TEMPO.CO, Jakarta - Tidak adanya katalis positif terhadap rupiah membuat mata uang lokal masih dipengaruhi pergerakan dolar Amerika Serikat. Dolar yang cenderung terapresiasi terhadap mata uang utama dunia bakal membebani pergerakan rupiah.
Pengamat pasar uang dari PT Harvest International Futures, Ibrahim, mengatakan pergerakan rupiah pekan ini masih akan dibayangi oleh sentimen negatif dari pasar global. “Investor pesimistis dengan jalannya pemulihan ekonomi global sehingga mereka meninggalkan aset-aset yang dianggap berisiko dan kembali memburu dolar,” ujarnya.
Pelaku pasar masih mencermati situasi terakhir dari negosiasi pemotongan anggaran Amerika, senilai US$ 1,2 triliun. Akibatnya, Amerika terancam kembali masuk ke jurang resesi.
Sebelumnya, sentimen negatif datang dari bank sentral Amerika (The Fed) yang akan membatasi stimulus seiring dengan membaiknya setor tenaga kerja dengan mengurangi program pembelian obligasi jangka pendek. “Ditambah lagi, pemerintah Jepang juga berencana mulai mengurangi pembelian surat utang Amerika sehingga likuiditas dolar semakin terbatas,” kata Ibrahim.
Dari dalam negeri, tingginya permintaan akan dolar menjelang akhir bulan turut menggerus nilai tukar rupiah. Permintaan dolar yang tinggi tidak diimbangi oleh ketersediaan dolar yang memadai karena pelaku pasar masih enggan melepas dolarnya.
Minggu ini, rupiah diprediksi masih tertekan di kisaran 9.700-9.750 per dolar Amerika. Belum adanya katalis positif serta permintaan dolar yang cenderung meningkat dari importir membuat rupiah masih sulit menguat. “Bank Indonesia tampaknya akan kembali aktif di pasar uang untuk mengontrol pergerakan rupiah agar tidak melemah terlalu jauh.”
Akhir pekan lalu, rupiah ditutup di posisi 9.709 per dolar AS, atau melemah 39 poin (0,4 persen), dibanding posisi pekan sebelumnya, level 9.670 per dolar Amerika.
PDAT | M. AZHAR