TEMPO.CO, Depok - Rencana penghapusan kereta rel listrik (KRL) kelas ekonomi banyak ditentang pengguna kereta. Kebijakan itu dianggap tak berpihak pada rakyat kecil yang banyak menggunakan KRL sebagai moda transportasi murah dan cepat.
Salah seorang penumpang kereta ekonomi, Junaidi, 40 tahun, menyatakan ketidaksetujuannya. Menurut dia, rencana penarikan KRL ekonomi itu memberatkan rakyat kecil. Seharusnya, pemerintah berkaca dan melihat penderitaan mereka. Dia menduga penghapusan itu lantaran pemerintah ingin mengurangi subsidi operasional KRL ekonomi. "Yang banyak naik kereta kan memang masyarakat ekonomi rendah. Bayangkan, apa jadinya jika KRL ekonomi dihapuskan. Beban mereka semakin berat," katanya saat ditemui di Stasiun Depok Baru, Kamis, 21 Maret 2013.
Menurut warga Pancoran Mas, Depok, ini, tidak lazim jika pemerintah menghapus subsidi untuk KRL ekonomi jika memang alokasi anggaran itu ada. Dia menilai pemerintah hanya berdalih untuk menutupi kebocoran, maka pemerintah menarik operasional KRL ekonomi itu.
KRL ekonomi merupakan tumpuan dari jutaan warga commuter yang bekerja di Jakarta. Setiap hari mereka tetap menggunakan KRL kendati sering mengalami gangguan perjalanan. Namun, pada 1 April 2013, KRL ekonomi lintas Bekasi, Serpong, akan dihapuskan. Sedangkan untuk lintas Bogor-Jakarta dan loopline masih dipertahankan. Sampai saat ini, untuk lintas Bogor-Jakarta masih tersedia tujuh rangkaian KRL ekonomi yang dioperasikan.
Intan Nuraini, yang juga merupakan penumpang KRL ekonomi, mengaku sangat keberatan jika nantinya KRL ekonomi benar-benar dihapuskan. Soalnya, harga tiket commuter line (CL) lebih mahal tiga kali lipat dari tiket KRL ekonomi. Untuk Depok-Jakarta, harga tiket KRL ekonomi hanya Rp 2.000, sedangkan untuk commuter line mencapai Rp 8.000. "Satu kali beli tiket CL bisa untuk tiga hari pulang-pergi naik ekonomi. Saya tetap naik ekonomi karena pertimbangan harga tiket," kata Intan.
Setiap hari, Intan naik dari Stasiun Depok Baru menuju Tebet. Karyawan swasta di Casablanca, Jakarta Selatan, itu juga mengeluhkan sedikitnya jumlah rangkaian KRL ekonomi yang beroperasi saat ini. Hal itu membuatnya tidak bisa naik KRL ekonomi setiap waktu.
Adapun Syamsiah, 65 tahun, warga Sukmajaya, Depok, justru mengaku tak keberatan jika nantinya KRL ekonomi dihapuskan. Sebab, sejak adanya commuter line, dirinya sudah tidak pernah lagi naik ekonomi. Dia beralasan commuter lebih nyaman, apalagi dia yang sudah tua. "Bisa dapat duduk dan enggak padat seperti ekonomi. Lebih adem juga," ujar nenek yang kerap bepergian sendiri ini.
Syamsiah mengaku memang harus mengeluarkan uang ekstra untuk naik commuter. Namun, dia tidak keberatan karena dia merasa nyaman ketimbang harus berdesakan dalam kereta ekonomi. Setiap hari, Syamsiah naik commuter line dari Stasiun Depok Baru menuju Tanah Abang.
Humas Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek, Eva Haerunisa, mengakui adanya penghapusan kereta ekonomi itu. Menurut dia, kereta ekonomi yang beroperasi saat ini sudah usang. "Suku cadangnya sudah tak ada lagi," katanya.
Kereta ekonomi itu juga sering mengalami kerusakan. Selama ini, upaya perbaikan yang dilakukan terhadap kereta ekonomi dengan cara kanibal. Yaitu, mengambil alat dari kereta lain yang masih berfungsi. "Diperbaiki hanya dengan cara kanibal dan karena sudah tidak layak," kata Eva. (Baca: Ini Dampak Penarikan KRL Non-AC Jabodetabek)
ILHAM TIRTA
Berita Lainnya:
Buyung dan Rizal Ramli Ikut Minta SBY Turun
Pembocor Data Pajak SBY Sudah Terungkap
Aksi 25 Maret Bukan Kudeta, tapi...
Ahmadinejad Nyaris Tertembak Pengawal Presiden AS
Adnan Buyung Mengusulkan Pemilu Dipercepat