Pengamat pasar uang dari PT Harvest International Futures, Tonny Mariano, mengatakan pergerakan rupiah di pekan terakhir bulan ini akan lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama dari zona Eropa. "Masalah di Siprus akan tetap menjadi perhatian investor," katanya.
Pemerintah Siprus masih akan mencoba mencari dana talangan setelah rencana pemungutan pajak progresif terhadap dana nasabah perbankan ditolak oleh Parlemen minggu lalu. Bila pemerintah Siprus berhasil mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa dan Lembaga Keuangan Internasional (IMF), euro bisa menguat kembali sehingga mampu menahan apresiasi dolar AS.
Sepanjang pekan lalu, nilai tukar rupiah melemah 37 poin (0,38 persen) ke level 9.742 per dolar Amerika, dibanding posisi pekan sebelumnya di 9.705 per dolar AS. Mencuatnya kekhawatiran zona Eropa membuat dolar AS terapresiasi terhadap mata uang dunia maupun regional.
Selain terbebani masalah Siprus, pelemahan atas rupiah disebabkan oleh defisit perdagangan serta ancaman tingginya inflasi pada Maret dan diperkirakan akan melonjak karena naiknya harga bawang putih. Sebab, dalam dua bulan pertama 2013, inflasi telah mencapai 1,79 persen dari target pemerintah sebesar 4,9 persen sepanjang tahun ini.
Namun, Tonny melanjutkan, lonjakan harga bawang ini sifatnya hanya temporer, dan bila cepat ditangani pemerintah, akan kembali turun. "Lain halnya bila harga bahan bakar minyak bersubsidi yang dinaikkan, dampaknya akan luas dan lebih lama," ucapnya.
Sebetulnya, sudah saatnya harga bahan bakar bersubsidi ini dinaikkan agar tidak membebani keuangan negara. Uang rakyat dari hasil pajak terbuang sia-sia untuk pembelian bbm. Akan lebih bermanfaat jika disalurkan ke sektor pendidikan atau infrastruktur yang memajukan ekonomi.
PDAT | VIVA B. K