TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi siap memperlancar urusan administrasi proyek mass rapid transit (MRT). Menurut dia, pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri tentang pinjaman untuk MRT bisa rampung dalam sepekan.
Tapi, sampai kini, Gamawan baru menerima kabar permohonan persetujuan ulang soal MRT dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu secara lisan. "Tentu akan kami bahas, sebentar kok, paling hanya seminggu," katanya ketika ditemui di kantor Kementerian Dalam Negeri, Selasa, 16 April 2013.
Dia belum mendapat surat tersebut dari Direktorat Jenderal Keuangan Daerah. Proses permintaan rekomendasi itu memang perlu dilakukan agar dana pinjaman bisa dicairkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan, pihaknya baru menerima pemberitahuan secara lisan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Suratnya belum masuk ke Direktorat Jenderal Keuangan Daerah," katanya. Menurut Donny, pihaknya akan memastikan proses revisi rekomendasi itu berjalan cepat.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, surat itu sudah dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri. "Sudah dikirim, tapi kan kalau kirim surat tidak langsung sampai ke menterinya," ujar Ahok, panggilan Basuki.
Akibat masalah administrasi ini, pengumuman pemenang tender proyek yang awalnya akan diumumkan pada pekan ketiga April terancam mundur. Peletakan batu pertama proyek pun bisa tertunda lebih lama. Ahok mengatakan, proyek MRT masih terganjal Peraturan Pemerintah tentang loan agreement Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). PP Nomor 30 Tahun 2011 itu menyebutkan bahwa salah satu syarat pembuatan loan agreement Bappenas adalah adanya revisi persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Menteri Dalam Negeri. “Harus diperbarui lagi, dong,” kata Ahok, Kamis, 11 April 2013. (Baca: Direksi PT MRT Dituntut Mengejar Ketertinggalan)
Masalahnya, saat ini ada perubahan kesepakan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat tentang besaran tanggungan pinjaman dari JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk proyek MRT. Awalnya, dalam kesepakatan pada 2007, besaran tanggungan pengembalian adalah 58:42, 58 persen pinjaman ditanggung pemerintah DKI dan sisanya pemerintah pusat. Tapi saat ini pemerintah sepakat akan menanggung pinjaman dengan besaran 51:49, 51 persen ditanggung oleh pemerintah DKI Jakarta dan sisanya ditanggung pemerintah pusat.
Wakil Kepala Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Triwisaksana, juga mengatakan, pihaknya belum menerima surat permohonan perubahan besaran dana pinjaman yang ditanggung pemerintah pusat dan provinsi. "Surat perubahan belum ada, jadi kami belum merespons," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 11 April 2013. (Baca: Direksi MRT: Kami Bukan Superman)
ANGGRITA DESYANI