TEMPO.CO, Jakarta -Ujian nasional sekolah menengah umum yang berlangsung di Jakarta sudah memasuki hari ketiga. “Saya pasrah, sudah berdoa, belajar, dan melakukan semaksimal mungkin. Soal hasil, saya menyerahkan kepada Tuhan,” kata Dika, siswa kelas akhir di SMU Al Azhar, Rawamangun, Jakarta Timur. Dia duduk di kelas jurusan IPA, bercita-cita melanjutkan kuliah di jurusan teknik elektro.
“Tetapi kalau saya tidak lulus atau hasilnya kurang memuaskan saya tak perlu kecil hati,” kata Dika. Dia sudah menyiapkan, kalau tak lulus tahun ini, akan belajar lebih giat untuk mengulang pada tahun berikutnya.
Windy, 42 tahun, ibu yang bekerja di Bank Tabungan Negara, menjelaskan bahwa Raka, putra bungsunya, sedang menempuh ujian. Ada banyak perasaan berkecamuk selama anaknya menempuh ujian. Windy sampai mengambil cuti khusus demi total mengajar dan menemani buah hatinya selama masa ujian. “Harapan saya sih Raka lulus. Andainya tidak, saya akan tetap menyemangati dia untuk berbuat lebih baik lagi pada masa berikutnya,” kata Windy.
Menurut psikolog dan dokter Sonia Wibisono, tidak banyak orang tua menyiapkan mental utama ketika si anak ternyata tidak lulus ujian. “Orang tua mana pun maunya si anak menuai sukses. Tetapi orang tua melupakan terkadang ada faktor ketidaksuksesan dalam hidup ini,” ujar Sonia, yang dihubungi Rabu, 18 April.
Ketidaksuksesan itu terjadi akibat beragam faktor. Salah satunya, sejak awal si anak tidak suka duduk di jurusan studi yang bukan pilihannya, tapi pilihan orang tua. Akhirnya, meski mati-matian belajar, belum tentu berbuah keberhasilan atau kelulusan.
“Ada banyak orang tua masih memaksakan kehendak atau ambisi pribadinya bukan mengikuti bakat dan minat si anak. Repotnya lagi, banyak anak yang terpaksa menurut lantaran tidak ingin menyakiti perasaan atau hati ayah ibunya,” kata Sonia.
Di saat si anak gagal, kata Sonia, terjadi ajang saling serang atau menyalahkan satu sama lain. Dia mengingatkan, ada baiknya, dalam mempersiapkan mental menghadapi ujian, orang tua harus memupuk dan mengedepankan optimisme. Namun, di sisi lain, juga perlu mempersiapkan mental apabila terjadi kegagalan alias ternyata si anak tidak lulus ujian.
“Sedikit orang tua memikirkan situasi yang terburuk begini,” ujarnya prihatin. Wanita yang rutin menjadi pembicara berbagai seminar kesehatan dan kejiwaan ini mengatakan, tidak apa-apa bila terjadi kegagalan alias tidak lulus ujian. “Toh bukan berarti tidak lulus ujian, akhir dari segalanya,” ujar dia.
Sonia kemudian mencontohkan pola asuh di luar negeri, yang terbiasa mempersiapkan dua sisi, yaitu sukses dan gagal. “Di sana mereka terbiasa mempersiapkan dan mengolah keduanya bisa menjadi sesuatu,” ujar dia.
Kata Sonia, kegagalan ujian bukan akhir segalanya, yang membuat siswa, terutama orang tua, seperti merasakan kiamat atau akhir kehidupan. “Sebaiknya, orang tua dan anak duduk bareng saling mengevaluasi faktor kegagalan dan membicarakan langkah selanjutnya. Bicarakan tahap ke depan bukan sebagai ajang saling menyalahkan atau justru memperburuk langkah selanjutnya. Yang efeknya justru memperburuk hubungan baik antara si anak dan orang tua.”
HADRIANI P
Gaya! Terpopuler
Ditanya UN 2013, Menteri Nuh Jalan Mundur
Empat Tahap Penghargaan Diri pada Anak
Gaya Mini di Ajang MTV Movie Award 2013
Membangun Kepercayaan Diri