TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Sumigita Jaya yang menjadi kontraktor bioremidasi PT Chevron Pacific Indonesia, Herland Bin Ompo, diganjar hukuman pidana 6 tahun penjara, dan denda Rp 250 juta atau diganti dengan 3 bulan kurungan. Dia dinilai terbukti memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Herland Bin Ompo terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata ketua majelis hakim Sudharmawatiningsih saat membacakan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 8 Mei 2013.
Herland juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 6,9 juta (Rp 66,9 miliar) yang dibebankan pada Sumigita Jaya. Jika dalam waktu satu bulan tak terpenuhi, maka harta perusahaan itu akan dilelang.
Hukuman ini lebih rendah 9 tahun dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung meminta hakim menghukum Herlnad dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Serta, uang pengganti US$ 6,9 juta.
Menurut hakim, Herland terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 KUHPidana.
Herland disebut menyadari Sumigita tak memiliki kualifikasi sebagai perusahaan pengolah limbah lewat bioremidasi. Menurut majelis, ini bertentangan dengan ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara Dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi Dan Tanah Terkontaminasi.
Sumigita juga tak memiliki izin pengolahan limbah beracun dari instansi yang bertanggung jawab. Ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Juga bertentangan dengan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup.
Meski demikian, tak semua hakim sependapat dengan keputusan tersebut. Satu dari lima hakim yang ada dalam majelis, yakni hakim Sofialdi, tak mufakat dengan vonis ini.
Menurut dia, Herland tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah baik sesuai dakwaan primer maupun dakwaan subsider. Alasannya, Sumigita tak mesti mengurus izin sendiri karena dalam peraturan pemerintah yang harus mengurus izin adalah Chevron sebagai pemilik limbah. Selain itu, pengambilan sampel yang dilakukan ahli Edison Effendi dinilai tak valid.
Menanggapi putusan itu, jaksa penuntut umum menyatakan akan mengajukan upaya hukum lebih lanjut atas hal ini. "Kami akan mengupayakan hukum banding," kata jaksa Surma.
Demikian pula dengan Herland, dia akan mengupayakan banding ke Pengadilan Tinggi dan melaporkan kasus yang dinilainya tak berdasar ini ke Mahkamah Konsititusi. "Kami akan terus perjuangkan sampai ke ujung dunia," katanya usai sidang.
Kemarin, Direktur PT Green Planet Indonesia yang juga menjadi kontraktor proyek bioremediasi, Ricksy Prematuri, juga divonis hakim. Dia dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider kurungan dua bulan. Selain itu, perusahaannya, Green Planet diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar US$ 3,089 juta.
NUR ALFIYAH