TEMPO.CO, Surabaya - Letnan Jenderal (Purn) Djaja Suparman kini jadi terdakwa kasus korupsi. Mantan Irjen Tentara Nasional Indonesia (TNI), Pangkostrad, Pangdam Jaya dan Pangdam Brawijaya ini diadili di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Jawa Timur. Sidang terakhirnya 13 Mei 2013 lalu.
Meski sudah duduk di kursi pesakitan, Djaja Suparman terus melawan. Dalam persidangan terakhir, majelis hakim terpaksa menghentikan sidang yang seharusnya mendengarkan keterangan para saksi. Pasalnya, Djaja mogok bersidang. Dia mengaku masih menunggu balasan suratnya dari Panglima TNI. Padahal jelas-jelas putusan sela hakim sudah menolak keberatannya.
Hakim dan jaksa dalam kasus Djaja ini juga jenderal. Oditur militer yang menangani perkara ini adalah Letnan Jenderal Sumartono, sementara majelis hakim diketuai Letnan Jenderal Hidayat Manao.
Sejak awal sidang, Djaja keberatan karena Perwira Penyerah Perkara (Perpera)-nya adalah Kepala Staf TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Dia menilai seharusnya Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono yang menyerahkan perkaranya ke mahkamah militer. Soalnya dia terakhir mengklaim menjabat sebagai Irjen di Mabes TNI. Oditor militer sudah menjelaskan bahwa jabatan terakhir Djaja sebelum pensiun adalah perwira tinggi di Mabes Angkatan Darat. Tapi Djaja bergeming.
Kasus dugaan korupsi yang menjerat Djaja terjadi pada 1998 silam. Ketika menjabat sebagai Pangdam Brawijaya, Djaja menerima permintaan pembelian lahan dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP). Perusahaan itu mau membangun jalan simpang susun bebas hambatan dari Waru, Sidoarjo hingga Tanjung Perak, Surabaya. Kebetulan tanah Kodam Brawijaya seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Kecamatan Wonocolo, Surabaya akan dilalui proyek itu.
PT Citra Marga pun setuju membeli tanah Kodam dengan harga Rp 17,4 miliar. Uang pun diserahkan. Tapi Djaja Suparman tak menyetorkan dana hasil penjualan tanah negara itu ke kas Kodam. Dia malah mengelolanya sendiri. Djaja menyuruh orang kepercayaannya Dwi Putranto untuk mengurus jual beli tanah itu. Pembayaran dilakukan melalui cek sebanyak empat kali, pada Februari-April 1998.
Dengan uang itu, menurut temuan Oditur, Djaja merenovasi gedung lantai III Markas Kodam Brawijaya, merehab markas Batalyon Kompi C Tuban, membangun gedung perwakilan Kodam Brawijaya di Jakarta, merehab gedung Persit, merenovasi kantor Yayasan Kartika Jaya, Balai Kartika, dan memasang pagar di balai tersebut. Djaja juga membeli tanah di Pasrepan, Pasuruan, Jawa Timur seluas 20 hektar. Total dana yang habis untuk berbagai keperluan itu sekitar Rp 4 miliar.
Sisanya, Rp 13 miliar lebih, dipakai dan dikelola sendiri oleh Djaja. Oditur sudah mengantongi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tindakan Djaja itu menyimpang. Meski digunakan sebagian untuk keperluan dinas, menurut oditur, seharusnya Djaja Suparman sebagai Pangdam minta persetujuan Menteri Keuangan dan atasannya: KSAD.
KUKUH S WIBOWO
Berita Terpopuler:
Gadis Bercadar Potong 'Burung' dengan Cutter
Petinggi PKS Temui Din Syamsuddin
Tiga Pelajar SMP Gagalkan Pemerkosaan oleh Tukang Ojek
KPK Telisik 45 Perempuan Penerima Duit Fathanah
Dituding Ngemplang Pajak, Fuad Rahmany: Eko Bohong