TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan mengenai empat asumsi makro antara Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dengan pemerintah masih berjalan alot pada Selasa malam, 28 Mei 2013. Dari empat asumsi makro tersebut, baru dua yang disepakati, yaitu nilai tukar rupiah dan bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan.
Berdasarkan keputusan DPR dan pemerintah, nilai tukar rupiah dalam APBN Perubahan 2013 disepakati menjadi Rp 9.600 per US$. Angka ini lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2013 sebesar Rp 9.300 per US$. Sedangkan bunga SPN 3 bulan angkanya tidak berubah, tetap 5 persen.
Namun, pembahasan berlangsung alot mengenai inflasi. Fraksi PDI Perjuangan, meminta agar inflasi dipatok lebih rendah dari yang diajukan pemerintah. Pemerintah sendiri, mengusulkan inflasi dalam RAPBN Perubahan sebesar 7,2 persen.
"Kami ingin lebih detail terkait inflasi ini. Sektor apa saja yang paling berpengaruh, misal bahan makanan, apakah bisa lebih rinci berapa tekanan dari masing-masing bahan makanan ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak," kata anggota dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Budimanta.
Karena alotnya pembahasan, Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan, Harry Azhar Azis, yang memimpin sidang, menskors untuk dilakukan lobi. "Sidang kami skors untuk melakukan lobi," kata Harry. Hingga berita ini diturunkan, sidang belum juga dimulai.
Pembahasan mengenai empat asumsi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat bunga SPN, dan nilai tukar rupiah sudah dibahas Komisi Keuangan dan Perbankan dengan pemerintah sejak Senin, 27 Mei 2013. Namun, hingga Senin malam. Belum juga ada keputusan dan rapat dilanjutkan pada Selasa, 28 Mei 2013 pukul 14.00 WIB.
Pada APBN 2013, pertumbuhan ekonomi ditargetkan 6,8 persen. Namun, pada APBN Perubahan akan diturunkan menjadi 6,2 persen. Sebaliknya, inflasi yang tadinya ditargetkan 4,9 persen dikoreksi melambung menjadi 7,2 persen. Tingkat bunga SPN 3 bulan tetap 5 persen dan nilai tukar direvisi dari Rp 9.300 per US$ menjadi Rp 9.600 per US$.
ANGGA SUKMA WIJAYA
