TEMPO.CO, Yogyakarta - Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Inspektur Jenderal (purn) Teguh Soedarsono menilai sidang perdana kasus pembunuhan empat tahanan LP Cebongan, Yogyakarta, amburadul. Sebab, katanya, pada persidangan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta itu pihak militer gagal memberi rasa aman. "Sidang ini bisa dijadikan dasar dan materi evaluasi untuk dapat dipindahkan ke daerah lain, karena ternyata Danrem Yogyakarta tidak bisa menjamin terselenggaranya kondisi keamanan dan kenyamanan persidangan," kata Teguh, Jumat 21 Juni 2013.
Saat persidangan perdana Kamis 19 Juni 2013, ratusan orang pendukung 12 terdakwa anggota Kopassus dari FKPPI, Pemuda Pancasila, Paksi Katon, Banser, mendominasi suasana persidangan dengan menggelar aksi sebelum sidang berlangsung. Bahkan saat Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila keluar dari ruang sidang sejumlah orang berseragam Pemuda Pancasila mencecar Laila dengan pertanyaan dan hujatan. Mereka menuding rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM soal kasus Cebongan adalah pesanan asing. Komnas HAM pun dicap sebagai pengkhianat.
Saat Laila menuju mobil pun beberapa orang melontarkan kalimat bernada ancaman. Seperti: ayo diperkosa ramai-ramai, diikuti sampai ke hotelnya, dengan bahasa Jawa. "Ini peradilan yang unfair trial," kata Teguh.
Menurut Laila, hujatan itu adalah bentuk intimidasi.“Intimidasi terhadap Komnas HAM yang menjalankan mandat dan fungsi yang diatur UU. Itu memprihatinkan,” ujar Laila kepada Tempo Jumat 21 Juni 2013. Dia mengatakan, mestinya independensi, transparansi, dan imparsialitas pengadilan harus dijaga bersama. “Jangan menyerahkan aparat keamanan pada masyarakat sipil.”
Leila mengatakan, Komnas HAM meminta agar saksi sipil tak hadir langsung dalam persidangan itu. Selain karena ruang sidang terlalu kecil, tempat duduk saksi juga terlalu dekat dengan pengunjung. "Jarak saksi dan pengunjung sangat dekat dan itu rawan intimidasi, kemarin itu auranya intimidatif," kata Laila.
Dia juga mengusulkan disediakan alat metal detector. Sebab, pada sidang pertama ada pengunjung membawa senjata tajam. "Di depan saya ada yang kedapatan membawa senjata tajam di persidangan," kata dia.
Tapi, Kepala Pengadilan Militer Utama Laksamana Muda AR Tampubolon menganggap tindakan massa itu tidak masalah. “Teriakan itu, kan di luar sidang. Ada sempat di dalam. Kita harapkan tak terjadi lagi. Saya ngerti, perasaan mereka (massa pro-Kopassus) yang teriak secara psikologis,” kata Tampubolon.
MUH SYAIFULLAH | PITO AGUSTIN RUDIANA
Terhangat:
Evaluasi Jokowi | Kenaikan Harga BBM | Rusuh KJRI Jeddah
Baca Juga:
Malam Ini Pengumuman Harga BBM Bersubsidi Naik
Kenaikan Harga BBM Diumumkan Jumat
Ulang Tahun, Jokowi Banjir Pesan di Twitter
Aceng Fikri Masih Pakai Fasilitas Mobil Bupati