TEMPO.CO, Yogyakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan terdakwa kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II Ceongan, Sleman, Yogyakarta hanyalah pion. Di balik para terdakwa yang merupakan anggota Komando Pasukan Khusus grup II Kandang Menjangan itu ada perencanaan matang sebelum penyerangan.
Menurut Penanggung Jawab Bidang Perlindungan LPSK Inspektur Jenderal Teguh Soedarsono, berdasarkan analisis LPSK, rencana penyerangan terlihat dari adanya pemindahan tahanan dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dan penggunaan senjata api milik militer untuk mengeksekusi empat tahanan sementara Polda DIY itu. Terdakwa yaitu Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon dan koleganya yang kini diadili di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta hanya prajurit berpangkat bintara dan tamtama. “Mereka tak mungkin berani melakukan tindakan itu tanpa diketahui oleh pangkat yang lebih tinggi,” ujar Teguh, Senin 8 Juli 2013. "Ada 'sesuatu', inilah yang harus diungkap."
Menurut Teguh, dalam peradilan militer, aparat penegak hukum pasti mengenal istilah moral disiplin dan hirarki kerja prajurit. “Ucok dan kawan-kawan hanya operator di lapangan,” katanya. Menurut dia, perencanaan itu bisa dikorek dari keterangan saksi dan terdakwa. Tapi, katanya, proses peradilan yang sudah berjalan hanya fokus pada 12 terdakwa. “Tanpa ada upaya mengungkap otak intelektual dibalik penyerangan.”
Dugaan Teguh dikuatkan Suprapto, kriminolog Universitas Gadjah Mada. "Dalam doktrin militer tak mungkin yang berpangkat rendah melakukan penyerangan seperti itu tanpa komando dari pangkat yang lebih tinggi," kata dia. Suprapto menengarai ada dua strategi penggiringan opini dalam persidangan itu, yakni melegalkan pembunuhan itu dengan mengembuskan Yogyakarta anti premanisme, dan soal penyerangan itu spontanitas. "Saya kira awam pun tahu itu bukan tindakan spontan. Itu penggiringan untuk meringankan hukuman terdakwa."
Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki meminta ketua majelis hakim kasus Cebongan menghentikan kesimpulan yang dikemukakan penasehat hukum terdakwa. Dalam beberapa kali persidangan, penasehat hukum menyimpulkan jawaban saksi. “Hakim harus tegas menghentikan kesimpulan yang dikemukakan penasehat hukum. Karena yang berwenang memberi kesimpulan adalah hakim, bukan penasehat hukum,” kata Suparman Senin 8 Juli 2013.
Dalam persidangan Selasa 2 Juli lalu Kolonel Rokhmat, penasihat hukum tiga terdakwa anggota Kopassus, menyimpulkan tindakan Indrawan Tri Widiyanto, penjaga pintu portir LP kelas II B Cebongan, Sleman Yogyakarta, membuka pintu pintu LP berperan dalam terjadinya penembakan empat tahanan di LP Cebongan pada 23 Maret lalu. “Berarti saksi mempunyai andil terjadinya penembakan itu,” kata Rokhmat. Simak penyerangan lapas Cebongan Sleman di sini.
MUH SYAIFULLAH | PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik Terhangat
Karya Penemu Muda | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | Bencana Aceh
Baca juga:
Sambut Ramadan, Peziarah Makam Gus Dur Meningkat
Haidar: Mari Jadikan Puasa Kita Puasa Spiritual
Menteri Agama: Ada Kemungkinan Awal Puasa Berbeda
Awal Ramadan, Gontor Tak Tunggu Pemerintah