TEMPO.CO, Tulungagung - Dua warga Tulungagung, Jawa Timur, yang ditangkap Detasemen Khusus Antiteror Polri mengaku diinterogasi dengan mata dilakban selama tiga hari penuh. Meski meninggalkan bekas luka dan trauma, keduanya menyatakan tak akan menggugat polisi.
Sapari, perangkat Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, yang ditangkap dengan tuduhan membantu pelarian dua teroris Poso, Rizal dan Dayat, mengaku trauma. Bersama Mugi Hartanto, tetangga desanya di Gambiran, Pagerwojo, mereka menjalani pemeriksaan yang cukup berat. "Kami diperiksa terpisah," kata Sapari, Selasa, 30 Juli 2013.
Dia bersama Mugi Hartanto tengah berdiri di tepi Jalan Pahlawan bersama Rizal dan Dayat, saat tiba-tiba tim Densus datang. Saat menembak mati Rizal dan Dayat, Sapari mengaku kaget setengah mati. Dia tidak mengetahui apa yang tengah terjadi hingga didorong pria bersenjata ke dalam mobil. Saat itu juga kedua matanya dilakban hingga tidak mengetahui dibawa ke mana.
Setelah tiba di suatu tempat yang tidak diketahui, Sapari dicecar pertanyaan soal hubungannya dengan Rizal dan Dayat. Interogasi itu dilakukan selama tiga hari penuh tanpa melepas lakban yang merekat di matanya. Kedua tangannya juga terus diborgol.
Kepada mereka, Sapari menceritakan awal perkenalannya dengan Rizal pada Maret 2013 lalu. Kala itu dia ditawari seseorang untuk menerima guru ngaji di desanya. Karena memerlukan, Sapari menerima pemuda bernama Rizal itu, yang kemudian mengajar mengaji di Masjid Al Jihad yang dikelolanya. Sayang, Sapari tak bersedia menjelaskan identitas perantara tersebut.
Setelah mengajar TPA (pembelajaran Al-Quran) kepada anak-anak selama tiga bulan, Rizal pamit hendak pulang ke rumah orang tuanya di Klaten, dekat Gunung Kidul, pada bulan Juni 2013. Lalu, pada bulan berikutnya, Sabtu, 20 Juli 2013, Rizal kembali ke Pagerwojo untuk bersilaturahmi.
Namun kali ini dia datang bersama seorang temannya bernama Dayat. Setelah menginap semalam dua hari, keduanya minta diantar lagi ke Klaten untuk pulang. Di sinilah Mugi Hartanto terlibat setelah diminta tolong membonceng salah satunya ke kota. Namun, belum sempat mencegat bus, tim Densus menyergapnya.
Hal itulah yang dikorek penyidik dalam interogasi dengan mata tertutup selama tiga hari. Penutup mata yang merekat kuat itu baru dilepas setelah keduanya tiba di Mapolda Jawa Timur. Sejak itulah Sapari dan Mugi diinapkan di kamar hotel untuk menjalani pemeriksaan tiga hari berikutnya. Polisi menjaga ketat kamar interogasi.
Mugi Hartanto menjelaskan hal yang sama. Dia bersyukur pada akhirnya polisi menyatakan dirinya tidak terlibat dalam gerakan terorisme. Dia juga tak akan mempermasalahkan tindakan polisi dalam interogasi itu. Akibat diikat dalam waktu lama, kedua lengannya mengalami luka. Demikian pula Sapari yang memiliki bekas luka mengering tepat di hidungnya. "Kami sekeluarga memilih berdamai," katanya.
HARI TRI WASONO
Topik terhangat:
Anggita Sari | Bisnis Yusuf Mansur | Kursi Panas Kapolri
Baca juga:
Jokowi Blusukan: `Pemerintah Kebobolan`
Dipaksa Minta Maaf, Ahok Telpon Haji Lulung
Dahlan Iskan Bakal Calon Presiden dari Demokrat