TEMPO.CO, Yerussalem - Juru runding Israel dan Palestina akhirnya bertemu untuk memulai perundingan perdamaian, di sebuah tempat yang tak disebutkan, di Yerusalem, Rabu (14/08/2013) malam. Ini pertama kalinya dua pihak yang bertikai itu kembali bertemu setelah perundingan terakhir tahun 2010 tak membuahkan hasil.
Perundingan ini berlangsung dibawah skeptisisme sejumlah pihak atas hasil yang bisa didapatkan. Salah satu sebabnya karena Israel melanjutkan pembangunan pemukiman. Padahal, soal itu menjadi salah satu masalah penting dalam perundingan damai keduanya. Di bawah ini adalah isu-isu krusial dalam perundingan damai Israel-Palestina.
1. Yerusalem
Israel
Pemerintah Israel tidak bersedia membagi Yerusalem dan menjadikannya sebagai pusat politik dan keagamaan orang Yahudi. Dalam Undang Undang Dasar Israel tahun 1980 dikatakan, "Yerusalem, utuh dan menyatu, adalah ibukota Israel". Di masa lalu ada ruang untuk manuver di pinggiran. Dalam pembicaraan pada tahun 2000 dan 2007, pemerintah Israel kemudian mengusulkan pertukaran beberapa distrik di daerah terpencil yang dicaploknya.
Palestina
Palestina menginginkan Yerusalem Timur, yang diduduki oleh Jordan sebelum dicaplok Israel pada tahun 1967, sebagai ibukota negara Palestina. The Old City berisi tiga tempat paling suci dalam Islam, yaitu Masjid Al-Aqsa, dan Kubah Batu, di mana Nabi Muhammad dikatakan telah mengunjungi surga dengan kuda bersayap Burak-nya.
2. Perbatasan
Israel
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menerima bahwa harus ada sebuah negara Palestina dan bahwa akan ada penarikan mundur Israel dari bagian Tepi Barat (yang dicaplok oleh Israel pada tahun 1967) untuk mengakomodasi ini. Israel telah menarik mundur pasukannya dan pemukimannya dari Gaza. Israel ingin perbatasannya termasuk memasukkan pemukiman Israel utama yang telah berkembang di Tepi Barat dan Yerusalem. Namun beberapa anggota sayap kanan kabinet Netanyahu dan Partai Likud tidak menerima ide solusi dua-negara dalam konflik dengan Palestina.
Palestina
Palestina ingin pembicaraan mulai dari posisi dasar bahwa tanah dicaplok oleh Israel pada tahun 1967 - Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza - milik Palestina di masa depan. Setiap tanah yang diberikan kepada Israel harus dikompensasi oleh pertukaran lahan yang seimbang. Mereka berharap pengakuan PBB dan Uni Eropa yang membuat kebijakan berdasarkan garis batas genjatan senjata 1967 memperkuat tangan mereka dalam pembicaraan dengan Israel.
3. Pemukiman
Israel
Pemerintah Israel sebelumnya telah bersikeras menjaga pemukiman utama Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Setiap kebijakan yang mengabaikan ini akan memecah koalisi yang membentuk pemerintah. Israel menolak untuk memperkenalkan kembali pembekuan parsial pada permukiman sebagai prasyarat untuk kembali ke perundingan. Moratorium terakhir pembangunan pemukiman berakhir pada 26 September 2010.
Palestina
Idealnya, Palestina ingin semua permukiman harus ditinggalkan jika berada di Gaza. Namun, mereka tampaknya menerima bahwa beberapa di antaranya tetap dipertahankan tetapi mereka akan berdebat untuk jumlah minimum dan meminta pertukaran lahan untuk setiap yang tersisa. Mereka meninggalkan putaran terakhir pembicaraan perdamaian setelah moratorium pembangunan pemukiman Israel secara parsial berakhir pada 26 September 2010 dan tidak diperpanjang.
4. Pengungsi
Israel
Israel menolak gagasan bahwa pengungsi Palestina dari perang-perang sebelumnya harus diperbolehkan "hak kembali" ke kampung halaman mereka. Mereka mengatakan bahwa ini adalah perangkat untuk menghancurkan negara Israel oleh demografi dalam rangka mendirikan negara kesatuan Palestina. Untuk itu Netanyahu telah mendesak Israel untuk diakui sebagai negara Yahudi.
Palestina
Secara formal, mereka mempertahankan "hak kembali", dengan alasan bahwa tanpa itu sebuah ketidakadilan besar tidak akan diletakkan secara tepat. Namun, telah ada pembicaraan biasa di kalangan Palestina bahwa "hak" dapat dipenuhi dengan ganti rugi. Mereka menolak mengakui konsep Israel sebagai "negara Yahudi", dan mengatakan ini tidak perlu dan mengabaikan warga Israel-Arab di Israel.
5. Keamanan
Israel
Pemerintah Israel takut bahwa negara Palestina mungkin suatu hari jatuh ke tangan Hamas atau akan digunakan untuk menyerang Israel. Oleh karena itu mereka bersikeras bahwa ia mempertahankan kontrol besar keamanan, termasuk di Lembah Yordan, dan bahwa sebuah negara Palestina sebagian besar akan didemiliterisasi.
Palestina
Mereka berpendapat bahwa masalah keamanan akan datang dari solusi dua-negara yang stabil, bukan sebaliknya. Mereka ingin diperlakukan sebagai negara normal sebesar mungkin. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas takut bahwa status-klien seperti ini akan dipertahankan dan itu akan membuka pengambilalihan oleh Hamas.
Bahan: BBC | Manan
Berita Terkait:
Israel-Palestina Memulai Perundingan