TEMPO.CO, Jakarta - Isu perubahan iklim global tidak pernah berhenti digaungkan. Apalagi dampak perubahan iklim berpotensi mengancam dimensi-dimensi pembangunan berkelanjutan seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan, antisipasi perubahan iklim bisa dilakukan menggunakan aplikasi teknologi antariksa berupa satelit penginderaan jauh. Kepala LAPAN Bambang Tejasukmana mengatakan, teknologi antariksa dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang terdampak oleh perubahan iklim.
Teknologi antariksa dipandang perlu dalam mengantisipasi perubahan iklim karena memiliki kemampuan untuk mengobservasi sejumlah variabel perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, tren deforestasi, atau emisi karbon. Teknologi antariksa berupa satelit juga mampu mengukur parameter lain yang sulit dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, misalnya, pencairan es di kutub utara atau kutub selatan.
"Wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim adalah pesisir pantai dan daerah aliran sungai," kata Bambang dalam konferensi internasional tentang aplikasi teknologi antariksa untuk perubahan iklim, di Hotel Borobudur, Senin, 2 September 2013.
Daerah aliran sungai dan pesisir pantai menjadi fokus kekhawatiran dunia internasional. Sebab, perubahan iklim berpotensi mencairkan gletser atau wilayah kutub sehingga permukaan air laut akan naik. Kenaikan muka air laut akan menyebabkan pulau-pulau di berbagai negara, termasuk Indonesia, terancam tenggelam. Tidak hanya itu, perubahan iklim juga dapat menyebabkan rusaknya terumbu karang akibat pemutihan (coral bleaching).
"Padahal terumbu karang merupakan rantai makanan di laut, sumber ikan, dan menjadi daya tarik pariwisata kita," Bambang menambahkan.
Peran teknologi antariksa diharapkan mampu memantau keadaan cuaca maupun perubahan lahan hutan sehingga nantinya dampak perubahan iklim bisa dikurangi. Mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan menggunakan data antariksa berupa penginderaan jauh untuk menghitung karbon berdasarkan luasan hutan.
LAPAN bekerja sama dengan badan PBB yang mengurusi keantariksaan (United Nation Office for Outer Space Affairs) menggelar Konferensi Internasional tentang Aplikasi Teknologi Antariksa untuk Perubahan Iklim pada 2-4 September 2013 di Hotel Borobudur, Jakarta. Konferensi ini bertujuan antara lain untuk menghitung tingkat kerentanan suatu negara atau wilayah terhadap perubahan iklim, serta mengidentifikasi potensi alternatif untuk upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
ROSALINA
Berita lain:
Kenapa Tubuh Lama Pulihnya dari Jet Lag?
Pandi Targetkan Seribu Situs Desa
Tengkorak Berusia 5.000 Tahun Ditemukan di Sungai
Penelitian: Pria Tambah Tinggi 11 Cm Sejak 1870