TEMPO.CO, Yogyakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah tidak memprioritaskan pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Uundang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut dia, materi dalam pasal kedua revisi itu melemahkan upaya penegakan hukum antikorupsi.
"Lebih baik disetop, sebab akan menambah public distrust (ketidakpercayaan publik). Sebaiknya dibahas oleh anggota DPR pasca-2014," kata Busyro di sela diskusi "Menyoal Pengaturan Delik Korupsi dalam RUU KUHP dan Implikasinya Terhadap Praktik Pemberantasan Korupsi di Indonesia", di Yogyakarta, Selasa, 8 Oktober 2013.
Rencana perubahan KUHP telah lama berlangsung dan tim penyusun telah merampungkan RUU. Kini dalam perkembangannya, sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas ) yang akan segera dibahas oleh DPR.
Busyro mengatakan, dalam draf revisi kedua Undang-Undang itu sejumlah kewenangan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan KPK terancam hilang. DPR dan pemerintah diharapkan berpikir kembali dengan jiwa besar dan sabar untuk menyerahkan pembahasan dua RUU itu kepada DPR periode yang mendatang.
"Apalagi dalam konteks situasi politik saat ini, terindikasi adanya bentuk perselingkuhan yang terjadi antara elite politik yang tidak berperadaban, kelompok bisnis hitam dan kapitalisme," kata dia.
Kelompok bisnis gelap, kata Busyro berselingkuh dengan kekuatan politik di pusat dan di daerah. Fakta korupsi di Tanah Air berlangsung sistemik. Dalam proses politik pemilihan kepala daerah, ditemukan unsur suap baik oleh elite politik maupun elite bisnis untuk mempengaruhi proses politik.
Ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada Eddie O.S. Hiariej berpendapat sama dengan Busyro. Meskipun menyadari bahwa KUHP dan KUHAP yang berlaku saat ini adalah produk Belanda yang dibuat pada 1811, situasi politik Indonesia yang koruptif membuat dia menyarankan pembahasan revisi ini dihentikan saja. "Kalau mau menyatukan Undang-Undang antikorupsi dengan KUHP, kayaknya bisa, tapi 100 tahun lagi," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Berita Terpopuler
Ibu Vicky Prasetyo Diperiksa Polisi
Jokowi, Rhoma Irama, dan Warteg Warmo
Inilah Sebagian Gurita Bisnis Adik Ratu Atut
Petik Gitar, SBY Beri Kejutan Ulang Tahun Putin
KPK Duga Ada Hakim Lain yang Terlibat Selain Akil