TEMPO.CO, Johannesburg - Suatu tim ilmuwan mengklaim telah menemukan bukti definitif pertama sebuah komet menghantam Bumi.
Setelah melakukan serangkaian analisis, para peneliti menyatakan bahwa kerikil hitam misterius yang ditemukan tahun lalu di gurun Mesir adalah bagian dari inti komet. Penemuan ini merupakan yang pertama sepanjang sejarah.
"Ini adalah euforia ilmiah yang khas ketika Anda menghilangkan semua pilihan lain dan menyadari kenyataan yang seharusnya," ujar penulis dan pemimpin studi Jan Kramers dari University of Johannesburg, Afrika Selatan sebagaimana dikutip Space, Rabu, 9 Oktober 2013.
Kerikil --yang diberi nama "Hypatia" untuk menghormati ahli matematika, astronom, dan filsuf perempuan Hypatia dari Alexandria-– itu bertatahkan berlian. Para peneliti memandang keberadaan berlian itu sebagai hal yang lumrah.
"Berlian dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon, " kata Kramers. "Biasanya mereka terbentuk jauh di dalam bumi yang tekanannya tinggi, tetapi Anda juga dapat menghasilkan tekanan yang sangat tinggi dengan guncangan. Bagian dari komet bertabrakan, dan guncangan dari bagian yang bertabrakan menghasilkan berlian."
Benturan itu terjadi sekitar 28 juta tahun yang lalu di atas Mesir, kata anggota tim penelitian. Komet meledak di atmosfer, memanaskan pasir di bawah sampai suhu 3.630 derajat Fahrenheit (2.000 derajat Celsius) dan menghasilkan sejumlah besar kaca silika kuning di area 2.317 mil persegi (6.000 kilometer persegi) dari Gurun Sahara.
Salah satu bagian dari kaca silika ini bahkan menjadi bros milik firaun Mesir yang terkenal, Tutankhamen, kata para peneliti .
Komet hampir pasti menghantam Bumi berkali-kali selama sejarah panjang planet ini. Tapi sebelum munculnya kerikil Hypatia, partikel debu kecil di bagian atas atmosfer dan debu yang kaya karbon di es Antartika adalah satu-satunya materi komet yang dikenal di Bumi, kata para peneliti.
Komet adalah bagian sisa dari pembentukan tata surya 4,5 miliar tahun lalu, sehingga penemuan baru itu bisa memiliki aplikasi ilmiah yang berharga.
"NASA dan ESA (European Space Agency) menghabiskan miliaran dolar mengumpulkan beberapa mikrogram materi komet dan membawanya kembali ke Bumi, dan sekarang kita punya pendekatan baru yang radikal untuk mempelajari materi ini, tanpa menghabiskan miliaran dolar untuk mengumpulkannya," kata Kramer.
Studi ini akan diterbitkan dalam Earth and Planetary Science Letters edisi mendatang. Simak berita tekno lainnya di sini.
SPACE | ERWIN Z
Berita lain
Teori 'Partikel Tuhan' Raih Nobel Fisika
2018, Sukhoi Produksi Drone Raksasa
WhatsApp Kalahkan Line dan KakaoTalk
Moto X, Ponsel Android Terbaik Saat Ini
Fotografer NG Puji Kamera iPhone 5S