TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Advokasi Nasional Serikat Pekerja PLN, Muhammad Abrar, menuding kasus dugaan korupsi proyek perbaikan turbin gas di Medan, yang ditangani Kejaksaan Agung, sebagai salah satu penyebab krisis listrik di Pulau Sumatera.
Krisis dimulai setelah Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dari PT PLN (Persero) pada awal September 2013. Kejaksaan Agung juga menyita mesin pembangkit GT 2.2 yang sedang dalam proses pemeliharaan.
“Perkiraan defisit listrik di Sumatera bagian utara sekitar 350-400 megawatt. Dengan penyegelan mesin pembangkit ini, pasokan daya yang seharusnya bisa masuk 200 megawatt tidak bisa masuk,” kata Abrar dalam konferensi pers di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2013.
Akibatnya, untuk menutup kekurangan pasokan listrik itu, PLN menyewa genset dengan daya 450 megawatt. Abrar mengatakan, karena penyegelan ini, diperkirakan PLN merugi Rp 5 miliar per hari. "Tudingan korupsi membuat pekerjaan semakin tertunda," katanya.
Kejaksaan Agung menilai telah terjadi penggelembungan nilai proyek pemeliharaan life time extention (LTE) yang melebihi harga perkiraan sendiri (HPS). PLN mematok perkiraan awal nilai proyek Rp 527,7 miliar. Amandemen kontrak PLN dengan perusahaan asal Iran, Mapna Co, akhirnya mencatat nilai proyek sebesar Rp 554 miliar.
Kontrak LTE GT 2.2 semula dimenangi Mapna Co (Iran), yang mengajukan penawaran Rp 421 miliar. Namun, karena dalam proses pengerjaan terjadi gangguan kompresor pada GT 2.1, maka diberikan tambahan pekerjaan dengan nilai Rp 123 miliar. Penambahan inilah yang dinilai Kejaksaan Agung merugikan negara sebesar Rp 25 miliar.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE
Berita Terpopuler
Inikah Foto Daryono, Sopir 'Misterius' Akil?
Bisnis Istri Akil dari Perkebunan hingga Batu Bara
Pengacara: Wawan Suami Airin Kaya Sejak Kecil
KPK Panggil Ratu Atut di 'Jumat Keramat'
Narkoba di Meja Akil Dibungkus Plastik Obat MK-RI