TEMPO.CO, Jakarta - Sabun mandi antibakteri, pembersih lantai antibakteri, hingga tisu pun kini dilabeli antibakteri. Apakah produk-produk tersebut benar-benar aman dan tidak membuat bakteri jadi resistan?
"Asal sesuai dosis, pemakaiannya berkala, maka tidak ada risikonya," dokter ahli penyakit Tropis, Hindra Irawan Satari, dalam acara peluncuran Studi Terbaru Global Hygiene Council di Hotel Ritz Carlton, Selasa, 12 November 2013. Sebab, kadar antibakteri dalam produk yang dipakai setiap hari itu memang diproduksi dalam konsentrasi rendah.
Baca Juga:
Meskipun demikian, Hindra menyarankan pemakaian produk berlabel antibakteri tersebut memang diprioritaskan di tempat-tempat yang memang sumber penular penyakit. Agar tujuannya tercapai, yaitu mengurangi kuman dan bakteri. "Disinfektan itu mengurangi risiko transmisi infeksi," kata John Oxford, profesor virologi dari Bart and The London School of Dentistry, dalam kesempatan yang sama.
Sebagai makhluk hidup, menurut Oxford, tak ada manusia yang bisa hidup steril. Bahkan, di tangan manusia saja, tumbuh flora dan fauna. Tapi, memang kuman dan penyakit di badan tersebut tidak akan membuat sakit jika kondisi tubuh juga fit. Secara alami, ia menambahkan, manusia bisa mengendalikan, tapi tak bisa menghilangkannya 100 persen.
Maka, penggunaan antibakteri, diakui Oxford, adalah salah satu cara pencegahan infeksi penyakit menular. Selain dengan imunisasi maupun menjaga sanitasi.
DIANING SARI
Topik terhangat:
Korupsi Hambalang | SBY Vs Jokowi | Suap Akil Mochtar | Adiguna Sutowo
Berita terpopuler lainnya:
5 Anak Pejabat yang Berurusan dengan Aparat
Dituding Peras Mandiri, Ini Jawaban Tempo
Ini Kejanggalan Tuduhan Jilbab Hitam pada Tempo
Andi Ayyub Sebut Suprapto Berniat Santet KPK