TEMPO.CO, Jakarta - Pada abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dikenal sebagai pusat pendidikan bahasa dan sastra Sansekerta terkemuka. Pelajar yang ingin belajar di Universitas Nalanda, Bihar, India, dikirim selama setahun sebelum kuliah. “Ini adalah salah satu contoh lembaga pendidikan berjejaring paling luar biasa di masa lalu,” ujar Amartya Sen, peraih Nobel bidang ekonomi asal India, pada ceramah di pembukaan Forum Budaya Dunia (WCF) di Nusa Dua, Bali, Senin, 25 November (baca: Indonesia Menggelar World Culture Forum di Bali).
Salah satu lulusan terkenal Nalanda yang pernah belajar di Sriwijaya adalah Yi Jing. Pemuda dari Cina itu kemudian dikenal sebagai orang pertama yang menyusun studi komparatif pengobatan Cina dan India.
Amartya menceritakan kisah ini untuk menunjukkan pentingnya mempelajari cara masyarakat di masa lalu bekerja sama. “Interaksi seperti ini sangat penting agar dunia bisa tetap damai,” ujarnya. Hanya dalam perdamaian, ujar dia, ekonomi bisa berkembang.
Universitas Nalanda adalah sebuah universitas lintas Asia. Pendirinya adalah sebuah yayasan Budha di India. Pelajarnya berasal dari India, Indonesia, Cina, Korea, Thailand, Jepang, dan banyak negara lain. Kurikulum universitas ini tak hanya terbatas pada ilmu agama. Mahasiwa Nalanda bisa mempelajari ilmu linguistik, seni, budaya, astromoni, kedokteran, dan kesehatan masyarakat. Lulusannya antara lain Raja Ashoka dan Padmasambhava, pendiri agama Budha di Tibet.
Universitas tertua di dunia ini sekarang dihidupkan kembali, yang merupakan bagian dari program East Asia Summit, forum kerja sama ASEAN, dengan India, Cina, Australia, Amerika Serikat, dan Korea. Kelas pertama rencananya dimulai pada 2014.
SADIKA HAMID
Baca juga:
Tommy Soeharto Bantah Terima Suap dari Rolls-Royce
Tiga Skenario PDIP Agar Jokowi Jadi Presiden
SBY Belum Balas Surat, Oposisi Australia Khawatir
Bangkok Situasi Darurat, Dubes RI Imbau WNI Patuh
KPK: Tidak Ada yang Disembunyikan dari Boediono
Ikut Jokowi Blusukan, Megawati Punya Agenda 2014