TEMPO.CO, Kediri - Banyaknya penghulu yang menolak melayani pernikahan di luar kantor mulai menuai masalah. Puluhan warga berunjukrasa di kantor Kejaksaan Negeri Kediri akibat tak bisa menikahkan anak mereka sesuai rencana.
Mereka memprotes pemidanaan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Kota Kediri Romli atas tuduhan menerima gratifikasi saat memberikan layanan pernikahan di luar kantor. Meski menyatakan ogah membela Romli, toh para pengunjuk rasa mengeluhkan dampak pemidanaan yang dilakukan kejaksaan itu. "Kami kesulitan menikahkan anak karena para penghulu menolak," kata Imam, koordinator aksi, Senin, 16 Desember 2013.
Saat ini seluruh penghulu di Indonesia dilarang melakukan pencatatan nikah di luar kantor maupun jam kerja. Akibatnya banyak calon pengantin yang terpaksa mengubah hari pernikahan untuk menyesuaikan jam kerja pegawai KUA. Demikian juga prosesi pernikahan yang sebelumnya bisa dilakukan di masjid atau rumah, kini harus digeser ke kantor KUA.
Para penghulu menolak mendatangi rumah mereka karena takut dituding menerima gratifikasi. Sebab sudah sejak bertahun-tahun para penghulu ini menerima uang transport di luar biaya nikah dari keluarga pasangan pengantin.
Imam menegaskan, masyarakat tak pernah keberatan dengan amplop yang mereka berikan kepada penghulu. Apalagi petugas dari KUA tak pernah mematok tarif tertentu saat memimpin prosesi ijab Kabul. "Itu sebagai ucapan terima kasih telah datang ke rumah," kata Imam. Karena itu massa mendesak kejaksaan menghentikan kriminalisasi penghulu agar tak kesulitan melaksanakan pernikahan. Namun mereka juga tak akan mengintervensi proses hukum yang saat ini menjerat Romli dan dalam proses pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Aksi unjuk rasa tersebut cukup menarik perhatian masyarakat. Beberapa di antara mereka tampak mengenakan pakaian pengantin sambil mengendarai becak. Sebuah tulisan di kertas manila berisi sindiran kepada kejaksaan yang berbunyi "Romeo dan Juliet butuh penghulu".
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Kediri Sundaya yang menemui pengunjukrasa meminta mereka agar tidak salah paham. Menurut dia, kejaksaan hanya menyidik pengenaan tarif nikah di atas ketentuan yang dilakukan Romli. Soal amplop tanda terima kasih sama sekali tidak dipersoalkan.
Hasil penyelidikan jaksa menyebutkan Romli menerima amplop sebanyak dua kali saat memimpin pernikahan. Amplop pertama diterima usai ijab Kabul berisi biaya nikah. Amplop kedua diberikan saat pulang sebagai tanda terima kasih dan transport. Amplop pertama inilah yang disorot kejaksaan karena menyangkut tarif pernikahan. Dari tarif dasar yang ditentukan sebesar Rp 30.000, Romli mematok angka Rp 225.000 untuk pernikahan di luar kantor dan Rp 175.000 di dalam kantor. "Itu yang kami sidik, soal amplop bukan urusan kami," tegasnya.
HARI TRI WASONO
Berita Terpopuler:
Ditangkap KPK, Kajari Praya Langsung Diberi Sanksi
Suap Jaksa, Perusahaan Eks Anggota MPR Terseret
Elektabilitas Jokowi Mencapai 44 Persen
Kereta Api Solo-Semarang Akan Dihidupkan Lagi
Majelis Disiplin Dokter Nilai Dokter Ayu Bersalah