TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung membentuk tim untuk mengusut pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Subri, yang ditangkap bersama Direktur PT Pantai Aan, Lucyta Anie Razak, karena kasus suap.
Juru Bicara Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan, pembentukan tim yang nantinya akan menjatuhkan sanksi terhadap Subri sesuai yang diamanatkan Undang- Undang Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS). Tim dipimpin oleh Jaksa Muda Bidang Pengawasan Mahfud Manan.
Untung tidak ingin terburu-buru mengatakan sanksi yang bakal dikenakan kepada Subri. Sebab, apa pun jenis sanksinya harus didasarkan hasil penusutan yang dilakukan tim. “Kita tunggu hasil kerja tim. Yang jelas, kalau seorang PNS dipidana, pasti akan ada tindakan lanjut (dari sisi kode etik)," kata Untung, Senin, 16 Desember 2013.
Untung menungkapkan, hingga Oktober 2013 tercatat 162 pegawai dan jaksa di seluruh Indonesia yang terlibat kasus hukum. 39 orang mendapat hukuman ringan berupa peringatan lisan dan tertulis. 81 orang mendapat hukuman tingkat sedang, yakni penundaan kenaikan pangkat. 38 orang mendapat hukuman berat, yakni penurunan pangkat. Kemudian 4 orang pegawai tata usaha dan satu orang jaksa diberhentikan.
Subri dan Lucyta ditangkap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah kamar hotel di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat, NTB, pada Sabtu malam, 14 Desember 2013. Dalam penangkapan itu disita uang Rp 213 juta. Di antaranya dalam bentuk uang dolar USD 16.400.
Lucyta diduga menyuap Subri agar dimenangkan dalam perkara pidana berupa pemalsuan dokumen sertifikat tanah di di Pantai Selong Belanak, Kabupaten Lombok Tengah. Di tanah tersebut direncanakan akan dibangun hotel bintang tiga.
TIKA PRIMANDARI
Berita lain:
Ahok Usulkan Hapus Subsidi BBM di Jakarta
Begini Brutalnya Pelonco ITN Versi Warga Sitiarjo
Saksi Pelonco Maut: Fikri Dibanting dan Ditendang
Pengelola Gua Cina Sempat Tolak Perpeloncoan ITN