TEMPO.CO, Semarang - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Region IV Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang baru dibuka pada akhir tahun lalu, mulai banyak menerima aduan. “Aduan berupa komplain, jumlahnya dua hingga tiga kali dalam sehari,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan Region IV Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Santoso Wibowo, seusai peresmian kantor OJK di Semarang, Senin, 6 Januari 2014.
Aduan masyarakat tak hanya dari nasabah bank, tapi masyarakat yang menjalin kerja sama nonbank, seperti asuransi dan multifinance. Santoso menegaskan siap melakukan mediasi bila yang disengketakan dengan lembaga keuangan bernilai lebih dari Rp 500 juta. “Kami siap dihubungkan dengan lembaga keuangan."
OJK yang membawahkan wilayah dua Provinsi Jateng dan DIY itu juga menjalin kerja sama dengan kampus untuk pendidikan. Secara konkret, kerja sama sama ini dilanjutkan dengan melibatkan mahasiswa untuk sosialisasi ke ibu rumah tangga secara langsung.
Tercatat di kampus Universitas Diponegoro dan Universitas Wahid Hasyim Semarang, mahasiswanya dibekali materi tentang OJK yang kemudian ditularkan ke ibu rumah tangga. Kegiatan itu dilakukan dalam kuliah kerja nyata (KKN).
Menurut Santoso, sosialisasi dan program menerima aduan juga untuk mengantisipasi maraknya penipuan berkedok investasi. Kondisi ini diakui oleh Santoso mengingat banyaknya izin resmi investasi dari dinas dan kementerian yang sering disalahgunakan. “Dalam hal itu kami juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum.”
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK, Fridaus Djaelani, menilai tugas pengawasan OJK di Jateng dan DIY itu bakal sangat padat. Pasalnya, dua daerah ini memiliki banyak kantor bank. “Selain bank daerah juga terdapat 340 BPR. Jateng DIY termasuk terbesar di wilayah,” tuturnya.
Menurut Djaelani, OJK pusat telah membuat unit pendidikan dan perlindungan konsumen dengan cara membuka call centre maupun aduan secara tertulis dan datang langsung. Rata-rata aduan ke lembaga pengawas jasa keuangan itu banyak dari nasabah industri asuransi. "Ini juga kadang disebabkan oleh nasabah tak baca polis apa yang seharusnya di-cover," katanya.
EDI FAISOL
Berita terpopuler:
Farhat Abbas Ungkap Kekasih Cut Tari
Megawati Segera Umumkan Capres PDIP
SBY Minta Pertamina Tinjau Kenaikan Harga Elpiji
Lembaga Kajian Syiah Tutup Gara-gara Surat MUI Yogya
Kate Winslet Khawatirkan Miley Cyrus