TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menunda penyederhanaan mata uang rupiah hingga kondisi ekonomi dan politik di dalam negeri stabil. Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan redominasi membutuhkan kondisi ekonomi dan politik yang stabil. Salah satu pertimbangan bank sentral adalah kondisi global yang masih sering berubah serta kondisi dalam negeri seperti inflasi dan current account deficit pada 2013.
Ditemui di tempat yang sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran, Ronald Waas mengatakan, saat ini kondisi ekonomi dan politik masih labil. "Padahal syarat utamanya harus stabil," katanya, seusai menghadiri focus group discussion mengenai Evaluasi peran dan arah kebijakan BI di bidang sistem pembayaran di Jakarta, Kamis 16 Januari 2014.
Namun Ronald menegaskan bahwa pemerintah serius untuk melakukan redenominasi rupiah. Saat ini di DPR sudah dibentuk panitia khsusus dan bank sentral pun kerap mengadakan diskusi. Selain itu upaya sosialisasi masih terus dilakukan untuk mencegash adanya simpang siur informasi.
Menurut Ronald, dalam draft memang terdapat bahwa 2014 akan ada upaya redominasi, namun bukan berarti waktu tersebut juga sebagai tanggal keluarnya mata uang redenominasi.
Pemerintah berencana memberlakukan kebijakan redenominasi atau penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi nilainya. Penyederhanaan dilakukan dengan menghilangkan tiga angka terakhir.
Saat ini pemerintah tengah mengajukan Rancangan Undang-undang Redenominasi ke Dewan Perwakilan Rakyat. Diharapkan pada 2014 sudah ditetapkan menjadi UU. Indonesia juga pernah melakukan kebijakan redenominasi pada 13 Desember 1965 dengan menerbitkan pecahan dengan desain baru Rp 1 dengan nilai atau daya beli setara dengan Rp 1.000.
Sejak pertama kali diwacanakan, kata Ronald, memang disebutkan bahwa redenominasi membutuhkan waktu persiapan sekitar tujuh tahun. Persiapan itu meliputi percetakan, desain, distribusi, dan yang tak kalah penting adalah sosialisai serta eduksi. "Indonesia adalah negara besar, karena itu untuk persiapannya memerlukan komitmen dari semua pihak."
FAIZ NASHRILLAH