TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Boediono menyatakan alasannya datang langsung bertemu para korban banjir bandang, Manado, Sulawesi Utara. Menurut dia, kedatangannya tak hanya untuk melihat dan memberikan bantuan pada korban. "Saya ingin bilang You are not alone," kata Boediono di Bandar Udara Sam Siliwangi, Manado, Selasa, 21 Januari 2014.
Wakil Presiden Selasa, 21 Januari 2014 ini berdialog dengan Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundanjang, Wali Kota Manado Vicky Lumentut, Panglima Daerah Militer Wirabuana Mayor Jenderal Bachtiar, dan sejumlah tokoh pimpinan di Sulawesi Utara. Boediono mengaku memiliki kedekatan emosional pada Kota Manado karena teringat pada sebuah perayaan Natalnya.
Menurut dia, ada momen mengesankan ketika kelompok kasidahan suatu pesantren justru tampil di acara Natal bersama di Manado. "Tempat ini adalah provinsi yang damai dan memiliki harmonisasi sosial," kata dia.
Atas kedekatan itu, Boediono mengklaim sejak awal ingin berkunjung langsung ke Manado. Ia berjanji akan melakukan kebijakan atau keputusan jika memang ada kewajiban dan kewenangan langsung atas bencana ini. "Masalah yang sekarang harus diselesaikan adalah penataan ulang bersama-sama."
Wapres menerima laporan, salah satu penyebab banjir bandang adalah ketidakmampuan sungai menampung debit air yang tiba-tiba bertambah. Ketidakmampuan ini semakin diperparah penyempitan ruas sungai akibat masyarakat membangun rumah atau bangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS). "Penanganan DAS harus cepat, sejak awal harus ditata," kata Boediono.
Ia menyatakan, bencana banjir bandang sangat berpotensi terulang dalam periode waktu tertentu. Sehingga penanganannya harus permanen. Pembangunan DAS disadari kerap berlawanan dengan pembangunan perumahan dan perkembangan masyarakat. "Normalisasi sungai akan ditangani Pekerjaan Umum."
Boediono Selasa hari ini meninjau dua daerah yang mengalami akibat bencana banjir bandang di Dendengan Dalam dan Komo Luar. Di Dendengan Dalam, terdapat sebuah jembatan distribusi yang terputus parah. Jembatan sepanjang sekitar 100 meter tersebut runtuh dari pondasinya.
Sedangkan di Komo Luar, Boediono harus menginjak lumpur yang masih tebal di sebuah jalur pemukiman padat. Pemukiman tersebut benar-benar hancur karena seluruh bagian bangunan terkubur lumpur dari Sungai Tandano.
Sepanjang jalur yang dilewati Boediono, tak ada rumah yang di dalamnya nampak bersih. Lantai, tembok, kaca, dan perabotan rumah tangga nampak kotor terkena lumpur. Bahkan peralatan rumah tangga yang terbuat dari kertas, plastik, kain, busa, dan kayu nampak berserakan di luar rumah karena tak dapat diperbaiki.
Sejumlah kantor pemerintahan dan sekolah juga nampak lumpuh. Kantor Dinas Sosial di Dendengan terbenam lumpur sehingga harus mengeluarkan sebuah peralatan kantor dan kerja di lapangan. Di sisi luar, lumpur juga masih tebal lebih dari 20 centimeter memenuhi tempat yang kerap jadi tempat apel pegawai negeri sipil dinas sosial.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita Terpopuler
Seberapa Kaya Sutan Bhatoegana?
Jakarta Banjir, Ruhut Tuntut Jokowi Minta Maaf
Alasan Jokowi Mau Pasang Badan untuk Pusat
Ahok: Kami Bawa Polisi, Mereka Bawa Golok