TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan tak puas dengan harga Elpiji tabung 12 kilogram yang berlaku saat ini. Hal itu diungkapkan oleh Pertamina's Vice President of LPG and Gas Products, Gigih Wahyu Hari Irianto. "Kami mau seperti PLN, yang kenaikan listriknya bisa berjenjang," ujarnya, Kamis, 23 Januari 2014.
Khusus untuk elpiji, Gigih ingin agar harga dinaikkan secara bertahap hingga mencapai harga keekonomisan pada 2016. "Kami sudah menyurati Kementerian Energi untuk mengusulkan itu," ujarnya.
Usulan itu, menurut Gigih, perlu dilakukan untuk menjaga agar Pertamina tidak terus-menerus menanggung rugi akibat penjualan elpiji di bawah harga perolehan. Padahal, "Menurut Undang-Undang, BUMN tak boleh rugi (Undang-undang nomor 19 tahun 2003)," ujarnya.
Gigih menjelaskan, dengan konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12 kilogram tahun 2013 yang mencapai 977.000 ton, sementara harga pokok perolehan Elpiji rata-rata meningkat menjadi US$ 873, kerugian Pertamina sepanjang tahun lalu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun.
Gigih juga menyebutkan bahwa harga yang berlaku hingga akhir tahun lalu merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kilogram. Sedangkan, harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp 10.785 per kilogram. Dengan kondisi ini, berarti Pertamina mengalami "jual rugi" dan menanggung selisih harga hingga terakumulasi mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.
Sebelumnya, pada 1 Januari 2014 PT Pertamina "mencoba" menaikkan harga LPG 12 kilogram dari semula Rp 5.850 per kg menjadi Rp 9.809 per kilogram. Namun setelah menuai banyak protes, Pertamina merevisi kebijakannya sehingga kenaikan harga yang diberlakukan hanya Rp 1.000 per kilogram.
PINGIT ARIA
Terpopuler :
Cuaca Buruk, 74 Penerbangan di Bandara El Tari Delay
Alasan Industri Pulp dan Kertas Akan Digenjot
Potensi Monopoli Elpiji, KPPU Panggil Pertamina
Bosowa Bangun Terminal LPG di Banyuwangi