TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan hingga saat ini PT Freeport Indonesia belum mengatakan akan membuat smelter untuk memurnikan hasil tambangnya. Dia mengimbau perusahaan mana pun yang tak ingin dikenakan bea keluar harus membangun smelter.
"Yang namanya komitmen itu jangan hanya ngomong, tapi juga investasi, taruh duit," kata Chatib seusai menghadiri acara peluncuran road map good governance bagi emiten, di Jakarta, Selasa, 4 Februari 2014.
Chatib menjelaskan tujuan utama pemerintah mengenakan bea keluar lebih tinggi untuk barang mineral mentah agar para investor membangun smelter di dalam negeri. Kebijakan tersebut bukan semata-mata untuk mencari tambahan penerimaan negara.
Sebelumnya Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Keluar Mineral Progresif. Aturan ini mengikuti larangan ekspor mineral tanpa diolah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pada tahun ketiga terhitung sejak aturan diterbitkan tahun ini, semua perusahaan harus mengolah dan memurnikan hasil tambangnya sebelum diekspor. Besaran bea keluar tersebut akan dibuat bertahap dengan kisaran 20-60 persen pada akhir 2016.
Ditanya kemungkinan menurunkan bea keluar sesuai harapan pengusaha, Chatib mengatakan untuk saat ini tak ada wacana tersebut. Menurut dia, saat ini kuncinya bukan turun atau tidak, tapi ada atau tidaknya smelter.
Juru bicara PT Freeport Indonesia, Daisy Primayanto, sebelumnya mengatakan bahwa perusahaan sedang melakukan uji kelayakan untuk membangun smelter di dua tempat, yaitu di Gresik, Jawa Timur, dan Timika, Papua. Upaya itu dilakukan menyusul larangan pemerintah terhadap ekspor mineral mentah. Uji kelayakan meliputi tempat yang paling cocok untuk membangun smelter dan perhitungan ekonomi. Menurut Daisy, pembangunan smelter membutuhkan waktu 3-4 tahun.
FAIZ NASHRILLAH