TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah ekonom memperkirakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kamis, 13 Februari 2014, memutuskan masih menahan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen. Keputusan itu diambil karena mempertimbangkan prediksi bahwa kenaikan inflasi di bulan Januari tak mendorong fluktuasi nilai tukar rupiah.
Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk, Juniman, misalnya, menilai kenaikan inflasi per Januari 2014 yang mencapai 1,07 persen tersebut lebih disebabkan oleh tekanan biaya distribusi dan tidak berdampak negatif bagi kurs rupiah. “Dua hal yang jadi pertimbangan menaikkan BI Rate masih cukup stabil, jadi BI tak punya alasan untuk mengubah BI Rate,” tuturnya ketika dihubungi kemarin.
Ia juga memperkirakan kurs rupiah tak akan bergerak terlalu fluktuatif kendati bank sentral Amerika Serikat (The Fed) melanjutkan pengurangan paket stimulus moneter (tapering off). “Bisa dilihat dari kurs rupiah yang masih bergerak di kisaran Rp 12 ribuan per dolar AS,” ujarnya.
Kepala Riset PT Capital Securities, Agustini Hamid, juga menilai lonjakan inflasi bulan lalu tak berjalan linier dengan kenaikan inflasi inti. “Meski inflasi naik menjadi 1,07 persen tapi inflasi inti belum banyak berubah.”
Adapun analis dari PT Bank Saudara, Rully Nova, menilai BI Rate sebesar 7,5 persen sebenarnya cukup agresif. Pasalnya, kenaikan suku bunga dinilai hanya bakal menyulitkan kinerja perekonomian. “Aktivitas usaha semakin melambat. Lihat saja perbankan kini sudah ngos-ngosan,” katanya.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs mengungkapkan bank sentral akan memperhatikan berbagai faktof dalam menetapkan BI Rate. “Baik indikator perekonomian global, perekonomian domestik termasuk inflasi, cadangan devisa, maupun defisit neraca transaksi berjalan," katanya.
MEGEL JEKSON | M. AZHAR | GALVAN YUDISTIRA | MAYA NAWANGWULAN
Berita terpopuler:
Hary Tanoe: Masa Jaya Jokowi Sudah Lewat
Ahok: Kalau Mau Kurang Ajar, Sini Saya Ajarin
Bus Berkarat, Jokowi Copot Kepala Perhubungan
Ahok: Teorinya Angkot Akan Mati