TEMPO.CO, Jakarta - Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sikap mereka tertuang dalam Daftar Isian Masalah Revisi KUHAP yang diajukan tiap fraksi kepada panitia kerja revisi beleid ini.
Anggota Komisi Hukum Dewan dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, membenarkan ihwal sikap partainya yang menyetujui pembentukan Hakim Pemeriksaan Pendahuluan. Tapi Bambang berdalih, “Meski ada dalam DIM, sikap Fraksi Golkar belum final karena menunggu pembahasan DIM berikutnya,” ujar dia di gedung Dewan, kemarin.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eva Sundari, memberi alasan yang sama dengan Bambang. “Jangan anggap sikap semua fraksi yang tertuang dalam DIM sama, yaitu ingin melemahkan KPK.”
Hakim pemeriksa adalah hakim tunggal yang menjadi lembaga baru yang diusulkan dalam revisi KUHAP. Dalam revisi itu, hakim ini berwenang menetapkan atau memutuskan sah-tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, atau penyadapan. Lalu, kewenangan memutuskan sah-tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan; sah-tidaknya perolehan alat bukti, ganti rugi karena salah penangkapan, penahanan, penyitaan, untuk pemohon; layak-tidaknya penanganan perkara oleh penyidik; serta layak-tidaknya perkara yang telah dilakukan gelar perkara.
Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, khawatir akan kewenangan hakim pemeriksa yang begitu besar berpotensi menghambat upaya penanganan korupsi di KPK. "Dengan kewenangan yang besar, upaya pemberantasan korupsi pasti bakal terhambat," kata Erwin saat dihubungi kemarin.
Baca Juga:
Apalagi, dia melanjutkan, hakim pemeriksa ini merupakan hakim pengadilan negeri di bawah Mahkamah Agung. "Saat ini kita ketahui, MA tidak dalam kondisi sehat," katanya.
AMRI MAHBUB | WAYAN AGUS PURNOMO | Leo Wisnu Susapto