TEMPO.CO, London - Universitas-universitas di California mengikuti Stanford University yang melarang penjualan produk tembakau dan kegiatan merokok di kampus. Universitas tadi melarang toko-toko di dalam kampus menjual produk-produk tembakau terhitung sejak 1 Maret 2014. Sebagian dari kampus-kampus tersebut sudah melarang adanya kegiatan merokok di beberapa lokasi outdoor dan indoor.
Seperti dikutip situs BBC edisi 24 Februari 2014, penjualan produk tembakau sesungguhnya tidak sejalan dengan program untuk mendukung gerakan kesehatan masyarakat. Dengan adanya langkah ini artinya gerai-gerai di dalam kampus, seperti students union dan stasiun pengisian bahan bakar, harus menghentikan penjualan produk tembakau seperti rokok, e-cigarette, dan permen karet tembakau.
Stanford, universitas ternama di Amerika yang berlokasi di Bay Area, California, itu mempunyai 700 gedung di kawasan seluas 8.000 are. Kampus ini termasuk dalam lima besar kampus terbaik dunia.
Larangan merokok di kampus Stanford ini sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu, yakni larangan merokok di dalam ruangan. Para perokok harus berjarak paling minim 9 meter dari gedung. Merokok juga dilarang dilakukan dalam kegiatan atletik di luar ruangan. Bahkan larangan untuk merokok dilakukan di school of medicine di kampus tersebut.
Kini, dengan adanya pengetatan aturan, para perokok tidak bisa membeli rokok dan produk sejenisnya di gerai mana pun di dalam kampus. "Universitas adalah penasihat untuk kesehatan dan kesejahteraan di keseluruhan komunitas, dan penjualan produk tembakau tidak konsisten dengan banyak program yang kami miliki, yang mendukung kebiasaan dan perilaku hidup sehat," ujar asisten wakil presiden kampus tersebut, Susan Weinstein.
Profesor Gerard Hastings dari Centre for Tobacco Control Research di Stirling University mengatakan dirinya tidak mengetahui adanya larangan sejenis di kampus-kampus di Inggris Raya. Namun, menurut dia, langkah itu merupakan perkembangan alami. Dia menambahkan, penurunan penyediaan rokok merupakan simbol pernyataan. "Kita harus ditanya mengenai seseorang yang ingin menjual barang-barang tersebut," ujarnya.
Di Inggris, terjadi debat baru-baru ini mengenai kegiatan merokok di kampus, termasuk e-cigarette, apakah perlu dilarang atau tidak. Namun sudah ada aturan mengenai jarak merokok dengan gedung di dalam kampus. Contohnya di Exeter University, merokok tidak boleh dilakukan dalam jarak 5 meter dari gedung. Namun universitas ini mengizinkan merokok di asrama kampus.
Adapun Warwick University melarang merokok, termasuk e-cigarette, di dalam gedung-gedung dan kendaraan milik kampus. Para perokok juga harus berjarak 3 meter dari gedung-gedung tersebut. Namun Sussex University dan Surrey University mengizinkan merokok dalam jarak 2 meter dari gedung.
Menanggapi larangan tersebut, Simon Clark, direktur dari kelompok perokok Forest, mengatakan bahwa langkah yang dilakukan Stanford merupakan perang melawan rokok dan langkah yang ekstrem. (Baca: Philip Morris Terjun ke Bisnis Rokok Elektrik)
"Seperti mengirimkan pesan bahwa kampus-kampus di Amerika semakin tidak liberal dengan melakukan pelarangan di wilayah pendidikan. Ini adalah sesuatu yang aneh," ujar Clark. "Jika mereka mencegah kebebasan seseorang untuk membeli produk legal, perlu juga pertanyaan atas komitmen mereka untuk mencegah kebebasan berbicara atau berkumpul."
"Melarang penjualan produk tembakau tidak akan menghentikan mahasiswa untuk merokok. Hal tersebut justru membuatnya menjadi semakin keren karena universitas secara efektif mendorongnya menjadi tindakan bawah tanah," kata Clark.
BBC | ARBAIYAH SATRIANI
Berita Terpopuler
Begini Cara Deteksi Kanker Semudah Tes Kehamilan
Pemenang Indonesia Fashion Design Competition 2014
Mengenal Sakit Kepala Klaster
Sakit Kepala Klaster, Periksakan ke Dokter
Gangguan Otak Sebabkan Sakit Kepala Klaster