TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Kehormatan Hakim memutuskan untuk memecat secara tidak hormat terhadap Ramlan Comel, hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Rabu, 12 Maret 2014. Menurut Majelis yang diketuai Artidjo Alkostar, Ramlan terbukti melanggar kode etik berat sebagai hakim.
Artidjo mengatakan Ramlan terbukti melakukan pertemuan dengan pihak yang beperkara dalam kasus korupsi yang sedang disidangkannya. Bahkan, kata Artidjo, Ramlan dua kali melakukan karaoke bersama Toto Hutagalung, suruhan mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Selain itu, Ramlan menerima suap sebesar Rp 300 juta dan US$ 50 ribu.
Karena pelanggaran itu, Majelis Kehormatan Hakim memutuskan memecat Ramlan tanpa memperoleh dana pensiun. "Tidak ada pensiun. Dalam pembacaan putusan kan tidak disebutkan (dapat pensiun)," kata anggota Majelis Kehormatan Hakim, Imam Anshori Saleh, di gedung Mahkamah Agung seusai sidang etik.
Komisioner Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrahman Syahuri menyayangkan tindakan Ramlan yang tak bisa menolak rayuan suap. Padahal, menurut dia, Ramlan menerima gaji cukup tinggi sebagai hakim ad hoc. "Gaji hakim ad hoc itu sekitar Rp 25 juta, itu termasuk tunjangan-tunjangannya," ujarnya.
Ramlan pernah terjerat kasus korupsi PT Bumi Siak Pusako. Ia mendapat vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta pada Juni 2005. Akan tetapi, setahun kemudian dia dinyatakan bebas berdasarkan putusan banding di Pengadilan Tinggi Riau.
Pada 2010, Ramlan menjadi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bandung. Semasa menjadi hakim, Ramlan berkali-kali memberikan vonis bebas kepada terdakwa korupsi.
Dia pernah memberikan vonis bebas kepada Wali Kota Bekasi Mocthar Mohammad yang didakwa dalam empat kasus korupsi. Ramlan juga membebaskan Bupati Subang Eep Hidayat. Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memvonis bersalah kedua pejabat tersebut.
INDRA WIJAYA