TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menganggap demo buruh yang digelar hampir di seluruh Indonesia bukan mempersoalkan kekurangan duit. Tapi mereka cenderung ingin mempunyai uang lebih banyak.
Ia heran dengan sepak terjang asosiasi buruh. Bahkan mempertanyakan, "Apakah uang mereka sudah diaudit oleh asosiasi? Dipakai ke mana saja?" kata Wakil Gubernur di Balai Kota, Jumat, 2 Mei 2014.
Ahok tak sepaham dengan buruh yang menginginkan penghapusan sistem outsourching. Menurut dia, sistem tersebut tak mudarat. "Kami sepakat sistem outsourching tidak jelek. Hanya saja ini persoalan permintaan dan penawaran."
Soal permintaan buruh yang menaikkan kriteria hidup layak (KHL) dari 60 menjadi 84 item, menurut dia, urusan menaikan KHL merupakan wewenang pemerintah pusat. KHL, ujarnya, disusun untuk buruh yang masih lajang. Pertanyaannya, jika KHL untuk yang berkeluarga, "Perusahaan ada yang mau tidak? Anda tidak bisa maksa, dong. Kalau perusahaan tutup bagaimana?"
Upah minimum provinsi DKI Jakarta misalnya, tidak disusun berdasarkan kriteria Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Ukuran kemiskinan yang diacu PPB yakni US$ 2 dolar. UMP juga tidak berdasarkan kebutuhan kalori yakni 340 kalori.
UMP DKI menggunakan standar KHL sebesar Rp 2 juta. Jika ada seseorang yang penghasilannya di bawah Rp 2 juta maka termasuk kriteria miskin. "Mana ada pemerintah yang mau seperti itu? Kami termasuk berani."
ERWAN HERMAWAN
Berita lain:
Buruh Perusahaan Prabowo Tagih Tunggakan 4 Bulan Gaji
Dosa Hary Tanoesoedibjo pada Hanura
5 Kebiasaan yang Menyebabkan Perut Buncit
Sri Mulyani Tegur Boediono Soal Century
NasDem: Jokowi itu Produk Lokal
Terungkap, Moyes Kecewa Berat pada Bintang MU Ini