TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat haji dan umrah, Anshori, mengatakan masyarakat Indonesia jangan terlalu berlebihan menanggapi merebaknya Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) di Arab Saudi. "Itu kan hanya kasus, bukan wabah," kata Anshori saat dihubungi, Senin, 12 Mei 2014.
Kewaspadaan pada virus tersebut, kata Anshori, tetap diperlukan, tapi jangan sampai memberi ketakutan pada masyarakat untuk beribadah. Apalagi, kata Anshori, antisipasi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan, sudah cukup baik.
"Imbauan pemerintah itu cukup jadi pedoman, dengan vaksinasi sebelum berangkat dan lain-lain," ujarnya. Selain itu, tutur dia, bagi masyarakat yang tidak sehat, jangan dipaksakan berangkat beribadah, baik umrah maupun haji. "Secara syariat kan juga harus mampu secara fisik, ilmu, dan biaya," katanya.
Menurut pengamatan Anshori, sampai saat ini, merebaknya virus yang menyerang pernapasan tersebut belum mengurangi secara signifikan jumlah masyarakat yang ingin beribadah. "Masih pada semangat, kok," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan data terakhir orang yang diduga terinveksi MERS-CoV di Indonesia mencapai 62 orang. MERS-CoV merupakan penyakit yang diduga disebabkan oleh unta muda.
Ghufron tak menyangkal bahwa seluruh pasien yang diduga mengidap MERS itu merupakan wisatawan dari Arab Saudi. Namun Ghufron memastikan belum ada satu pun dari mereka yang positif mengidap MERS-CoV. Adapun 62 orang itu, kata Ghufron, tersebar di 13 provinsi, di antaranya Riau, Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan Bali. (Baca juga: Satu WNI di Jeddah Meninggal Akibat MERS-CoV)
TRI ARTINING PUTRI | REZA ADITYA