TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri mengingatkan pertumbuhan ekonomi tahun depan masih berisiko karena setidaknya ada empat tantangan yang harus dihadapi. Empat tantangan pertumbuhan itu tak lepas dari isu global karena berasal dari luar negeri.
"Dinamika perekonomian nasional kita tidak lepas dari perkembangan perekonomian global," ujar Chatib dalam pidato penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2015 di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 20 Mei 2014.
Meskipun upaya pemulihan ekonomi global menunjukkan perbaikan seperti menguatnya pertumbuhan Amerika, Jepang, dan negara maju lainnya, menurut dia, kondisi ekonomi global masih dihadapkan pada ketidakstabilan yang cukup tinggi. "Pada gilirannya mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional.” (Baca: Pertumbuhan 2015 Ditargetkan 6 Persen)
Ia mengatakan empat faktor eksternal itu pula yang berpotensi menghadang pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan. Pertama, isu rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh bank sentral Amerika Serikat.
Pengurangan stimulus ini dinilai bakal berpotensi mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional. "Namun kami bersama BI dan OJK telah mengambil langkah menjaga stabilitas melalui beberapa paket kebijakan," ujarnya. (Baca: Agus Marto: Ada Empat Pelajaran Ekonomi di 2013)
Kedua, risiko perlambatan pertumbuhan dan perlambatan kinerja perekonomian sejumlah negara mitra seperti Tiongkok. Seperti diketahui, laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal pertama tahun ini hanya 7,4 persen atau lebih rendah daripada periode yang sama tahun lalu, yakni 7,7 persen.
Ketiga, risiko gejolak likuiditas masih mewarnai pasar keuangan global akibat dimulainya normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, termasuk antisipasi kenaikan suku bunga. "Termasuk yang paling baru, gejolak geopolitik di Ukraina," tuturnya.
Keempat, tren penurunan harga komoditas internasional. Penurunan harga komoditas ini secara langsung berdampak pada penurunan kinerja ekspor nasional.
Khusus tahun ini, Chatib memperkirakan secara umum perekonomian domestik melambat dari 5,8 persen yang ditargetkan semula oleh pemerintah menjadi 5,5 persen. Perlambatan ini disebabkan menurunnya kinerja ekspor lantaran melemahnya permintaan dari mitra dagang utama di kawasan Asia.
Penurunan pertumbuhan ekonomi domestik ini terlihat dari melambatnya kredit dunia usaha serta tingginya suku bunga bank. Selain itu, perlambatan terlihat dari masih lesunya kinerja ekspor nasional akibat anjloknya harga komoditas internasional dan kebijakan larangan ekspor bahan tambang mentah.
JAYADI SUPRIADIN
Terpopuler:
Jadi Cawapres, Ini Daftar Kebijakan Kontroversi JK
Profil Wisnu Tjandra, Bos Artha Graha yang Hilang
Inanike, Pramugari Garuda yang Salat di Pesawat