TEMPO.CO, Jakarta - Terus melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS hingga pada penutupan perdagangan Senin sore ini dinilai sebagai pergerakan pasar yang biasa dan sudah diprediksi sebelumnya. “Ini tekanan yang biasa ketika memasuki kuartal kedua,” ujar Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual ketika dihubungi, Senin, 26 Mei 2014.
Secara fundamental, menurut dia, kurs rupiah saat ini sekitar Rp 11.500-an per dolar AS. “Ibarat bandul jam, angka Rp 11.632 itu akan kembali lagi ke nilai fair value dalam 2-3 bulan ke depan,” ucapnya. Hingga penutupan perdagangan Senin sore ini, kurs rupiah tercatat sebesar Rp 11.632 per dolar AS atau anjlok bila dibandingkan sepekan sebelumnya, Rp 11.351 per dolar AS.
David menjelaskan melemahnya rupiah saat ini lebih disebabkan oleh sentimen domestik ketimbang faktor global. “Faktor politik tentu mempengaruhi. Khususnya tentang siapa kandidat yang kemungkinan besar terpilih, program kabinetnya apa, masih belum jelas.” (Baca: Analis: Krisis Politik Thailand Pengaruhi Kurs Rupiah)
Faktor kedua yang memicu pelemahan rupiah, menurut David, adalah repatriasi dividen yang biasanya besar-besaran dilakukan pada kuartal kedua tahun ini oleh para pemilik modal asing. ”Saat ini perusahaan bagi-bagi laba, pemodal asing menarik kembali bagian mereka dan dibawa ke negeri asal,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan faktor ketiga yang membuat rupiah anjlok adalah upaya restocking yang tengah dilakukan kalangan pengusaha. Kegiatan itu pula yang mendorong para pengusaha menggenjot impor bahan baku untuk industri guna mengantisipasi kenaikan konsumsi. (Baca: Kurs Rupiah Melemah, IHSG Menguat 0,23 Persen)
Adapun faktor global dinilai tak terlalu berperan dalam kejatuhan rupiah saat ini. Pasalnya, perekonomian di Amerika Serikat telah membaik, yang ditunjukkan dengan peningkatan penjualan rumah di Negara Abang Sam tersebut.
Per April 2014, tercatat jumlah rumah terjual di Amerika sebanyak 407 ribu unit, dan naik menjadi 433 ribu unit pada bulan berikutnya. “Hal ini berarti The Fed akan terus konsisten mengurangi angka stimulus menjadi US$ 45 miliar dari sebelumnya US$ 85 miliar,” kata David.
Sebelumnya pemerintah telah mematok kurs rupiah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 sebesar Rp 11.500-11.600 per dolar AS. Sedangkan Bank Indonesia memprediksi asumsi rupiah hingga akhir tahun 2014 sebesar Rp 11.600-11.800 per dolar AS.
RIDHO PRASETYO
Berita terpopuler:
Lebaran, Saham Emiten Retail Prospektif
Anggaran Dipotong, Jero Tunda Pembangunan Gedung
Ribuan Tiket Kereta Api Belum Dicetak