TEMPO.CO, Surabaya - Hasil survei periode Desember 2013-Januari 2014 yang dilakukan oleh Tim Ikatan Dai Lokalisasi (IDIAL) Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur mencatat bahwa anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi Dolly-Jarak, Surabaya, setuju tempat itu ditutup. Anak-anak 100 persen sepakat Dolly-Jarak ditutup, pekerja seks 25 persen, rumah tangga 60 persen, pedagang kecil 50 persen, dan hanya 20 persen pramusaji setuju Dolly-Jarak ditutup.
"Mereka (anak-anak) tidak mendapatkan manfaat sedikit pun dari aktivitas prostitusi di kedua lokalisasi tersebut. Mereka yang setuju adalah anak-anak yang menjadi korban (lokalisasi Dolly-Jarak)," kata Sekretaris IDIAL Muhammad Yunus kepada Tempo, Senin, 2 Juni 2014.
Survei melibatkan 50 responden, terdiri atas sepuluh pekerja seks, sepuluh muncikari, lima pramujasa, lima pedagang UKM, sepuluh rumah tangga biasa, dan sepuluh anak-anak. Metodologi penelitian bersifat kualitatif dengan indept interview kepada semua responden. Pertanyaan yang disebarkan terkait dengan kepercayaan diri dan motivasi berkarya setelah lokalisasi Dolly-Jarak ditutup.
Sedangkan yang menolak Dolly-Jarak ditutup adalah muncikari 100 persen, pekerja seks 65 persen, rumah tangga 40 persen, pedagang kecil 50 persen, dan 80 persen pramujasa. Responden yang menolak penutupan mayoritas responden yang bergantung secara langsung pada aktivitas prostitusi dan belum mendapatkan jaminan kepastian kehidupan ekonomi setelah penutupan lokalisasi. Sejatinya, kata Yunus, mereka tidak menolak penutupan asalkan pemerintah kota menjamin kepastian pekerjaan setelah penutupan dan ada fasilitas untuk berwiraswasta.
Responden anak-anak merasa terganggu atas aktivitas prostitusi, seperti seringnya melihat para pekerja seks berpakaian seronok, melakukan adegan ciuman dan mabuk, suara dentuman musik saat istirahat dan belajar, serta pertengkaran dan kata-kata kotor yang kerap didengar. Dampaknya, anak-anak merasa risih dan terganggu. Jika dibiarkan, Yunus yakin kehidupan lokalisasi bisa berdampak buruk dalam membentuk karakter dan pribadi anak.
Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana mengatakan penutupan Dolly-Jarak ibarat dua sisi mata uang. Antara melindungi masa depan anak-anak dan menjamin perputaran ekonomi warga setelah Dolly ditutup. Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya itu sepakat dengan pandangan Tri Rismaharini yang ingin melindungi masa depan anak-anak.
Konsep menjadikan Dolly sebagai pusat ekonomi baru, sentra PKL, dan taman bermain, kata Wisnu, harus dibicarakan bersama warga sekitar. Upaya ini penting untuk mengetahui keinginan warga setelah Dolly ditutup. "Penyelesaiannya harus tuntas. Enggak bisa parsial. Saya bukan enggak setuju, tapi pemkot harus jelas programnya."
DIANANTA P. SUMEDI
Berita Terpopuler:
Diduga Mencurigakan, Ini Isi 14 Rekening Anggito
116 Pegawai Kementerian Agama Masuk Daftar Hitam
Honorer Ini Tarik Rp 1,4 Miliar di Rekening Haji
Pegawai Ini Terima Rp 1,3 Miliar dari Travel Haji