TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melarang transaksi di tingkat satuan kerja perangkat daerah dalam bentuk tunai. Sebab, kata dia, transaksi tunai membuat sebuah proyek rentan disalahgunakan dan sulit dibuktikan.
"Kuitansi transaksi tunai rentan dipalsukan," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota saat memberikan arahan kepada SKPD, Senin, 2 Juni 2014. (Baca: Ahok: Ada Rp 1,6 Triliun Anggaran Tak Pantas)
Ahok berujar penghapusan transaksi tunai akan dimulai sejak seleksi terbuka atau lelang jabatan untuk Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di seluruh kecamatan dan kelurahan seluruh Jakarta selesai. Seleksi terbuka ini akan rampung pada Juni 2014.
Untuk itu, mantan Bupati Belitung Timur ini menegaskan, camat dan lurah memiliki peran penting dalam mendukung pelayanan masyarakat. Alasannya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan camat bukan kepala pemerintah, melainkan kepala unit pelayanan. Tafsiran dari beleid tersebut, menurut Ahok, seorang camat harus mengetahui semua hal yang terjadi di wilayahnya.
Ia memberi contoh, setelah PTSP rampung, seorang camat bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji petugas harian lepas (PHL) kebersihan agar tak sampai terlambat. Nantinya, petugas harian lepas harus dikontrak per individu dan gajinya diatur dalam anggaran rutin.
Dengan sistem tersebut, Ahok mengatakan para camat dan lurah memiliki akses langsung untuk melaporkan adanya kejanggalan pelayanan di daerahnya. Ia menjamin transaksi nontunai akan membuat gaji diterima tepat waktu oleh pekerja harian.
Ia meminta camat dan lurah yang masih mendapati adanya keterlambatan untuk melaporkannya langsung ke dia. "Kalau masih ada keterlambatan, berarti masalahnya ada di tingkat SKPD," ujar Ahok. (Baca: Ahok: 80 Persen Penghuni Liar Bukan Warga DKI)
LINDA HAIRANI
Berita Lain
Cerita di Balik Perseteruan Prabowo-Wiranto
3 Hal Tak Bisa Dilakukan Ahok sebagai Plt Gubernur
Kasus Haji, PPATK: Rekening Anggito Mencurigakan