TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, yakin bahwa usul penghapusan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) oleh Kementerian Perindustrian memiliki tujuan tertentu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan situasi yang terus berubah, semestinya pemerintah mengkategorikan ulang barang mewah. (Baca:Menteri Hidayat Usul Pajak Tas Hermes Dihapus)
“Waktu zaman kemerdekaan, sabun dan odol saja termasuk barang mewah. Tapi sekarang itu sudah menjadi barang biasa,” kata Tutum ketika dihubungi, Kamis, 3 Juli 2014.
Tutum mencontohkan, meski sama-sama memakai barang seharga Rp 100 juta, dua orang bisa dikenai pajak yang berbeda. "Memakai jam tangan dengan harga Rp 100 juta atau memakai kendaraan roda empat dengan harga yang sama, pajaknya harus lain dong," ujarnya. (Baca:Penghapusan PPnBM Dinilai Kurang Tepat )
Menurut Tutum, pengkategorian ulang barang mewah itu harus dilakukan secara berkala karena perubahan zaman terjadi lebih cepat seiring dengan tumbuhnya kelas menengah di Indonesia. Hasil pengkategorian ulang itulah yang akan menentukan apakah PPnBM atas suatu barang bisa dikurangi, ditambah, atau dihapuskan. "Harus teratur diklasifikasi ulang. Tidak bisa serta-merta dihapuskan begitu saja," katanya.
Sebelumnya diberitakan Kementerian Perindustrian mengusulkan PPnBM untuk produk-produk rumah tangga dikurangi atau bahkan dihilangkan. "Usulan untuk menghapuskan PPnBM ini bertujuan untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri. Dengan demikian, industri dalam negeri akan tumbuh," kata Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 2 Juli 2014.
CHANTIKA BELLIANDARA
Berita Terpopuler
Trik SBY Agar Tak Kena Tilang Polisi
Newmont Resmi Gugat Pemerintah ke Arbitrase
Diminta Pilih Nomor Satu, Maher Zain Pilih Senyuman