TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertanian Aswaldi Anwar menyatakan anjloknya harga cabai hingga Rp 5.000 per kilogram disebabkan euforia petani yang mengira harga akan melonjak tajam seperti tahun lalu.
"Petani latah. Mereka pikir permintaan cabai akan meningkat dan harganya naik. Jadi, mereka berebut tanam cabai," kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 16 Juli 2014. Menurut Aswaldi, anjloknya harga cabai ini murni karena hukum demand dan supply.
Aswadi mengatakan solusi mengenai masalah ini adalah perlunya data luas tanam yang bisa diakses petani. Hal ini untuk memudahkan petani mengetahui berapa hektare komoditas serupa yang sudah ditanam oleh petani lain di seluruh Indonesia.
"Jadi, tidak tumpang tindih. Komoditas yang ditanam bisa beragam dan harga akan stabil," kata dia.
Data luas tanam ini, Aswadi mengatakan, bisa menjadi pedoman petani di seluruh Indonesia. Ia menegaskan data ini tidak hanya berlaku bagi tanaman cabai, tetapi juga komoditas lain.
"Saya harap Kementerian Pertanian mau memperbarui terus data-data seperti itu dan disosialisasikan kepada para petani," ujar dia.
Pengaruh impor pasta cabai maupun cabai kering, kata Aswaldi, tidak berpengaruh banyak terhadap penurunan harga cabai. "Walaupun jumlah impor kedua jenis cabai tersebut meningkat, saya rasa tidak berpengaruh banyak," ujarnya. Menurut dia, orang Indonesia lebih senang mengkonsumsi cabai segar. Ia mengatakan kebutuhan cabai nasional mencapai 1,1 juta ton per tahun.
INDRI MAULIDAR
Topik terhangat:
Jokowi-Kalla | Prabowo-Hatta | Piala Dunia 2014 | Tragedi JIS
Berita terpopuler:
Saking Miskinnya, Nenek Ginem Makan Bangkai
NASA: Kami Akan Temukan Kehidupan di Luar Bumi
Singgung Rasul, Ini Klarifikasi Quraish Shihab