TEMPO.CO, Denpasar - Aksi berbagai kalangan masyarakat Bali untuk menentang reklamasi Teluk Benoa terus bergulir. Pada Jumat, 8 Agustus 2014, massa yang terdiri atas ratusan orang mendatangi kantor Gubernur Bali. Mereka menyampaikan penolakan terhadap rencana reklamasi kawasan seluas 814 hektare tersebut.
Massa memulai aksinya dengan melakukan long march dari area parkir timur Lapangan Renon. Dari sana, mereka menuju depan monumen perjuangan rakyat Bali, Bajra Sandhi, untuk menyampaikan orasi.
Aksi selanjutnya difokuskan di depan kantor Gubenur. Selain berorasi, mereka menggelar aksi teatrikal, pembacaan puisi, hingga pertunjukan tari kecak. Berbagai atribut, seperti spanduk dan poster, dibawa oleh peserta aksi damai yang menggunakan ikat kepala khas Bali (udeng).
Dalam orasi, mereka mendesak Gubenur Bali Made Mangku Pastika dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mencabut Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan yang meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).
Mereka menilai peraturan tersebut sebagai suatu bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap undang-undang yang melindungi kawasan konservasi.
Koordinator lapangan unjuk rasa, I Wayan Widiantara, menegaskan bahwa penolakan terhadap reklamasi bukan merupakan sikap anti terhadap pembangunan Bali.
“Pembangunan harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung Bali. Jika reklamasi tetap dilaksanakan demi kepentingan pariwisata, maka pariwisata Bali merusak alam,” kata pria yang akrab dipanggil Nonik ini saat berorasi.
Aksi juga diikuti oleh kelompok masyarakat Desa Sidakarya yang menamakan diri Jalak Sidakarya, perwakilan masyarakat Desa Tanjung Benoa, Kedonganan, Adat Kelan, serta Kelompok Nelayan Tanjung Sari.
Mereka khawatir, jika tetap dilakukan, reklamasi akan menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat Bali. Selain itu, dampak berupa banjir rob juga menghantui kawasan pesisir desa mereka.
“Kami dari Jalak Sidakarya bersama seluruh masyarakat Desa Sidakarya, sampai kapan pun akan menolak reklamasi Teluk Benoa,” ujar salah seorang anggota Jalak Sidakarya.
Pengurus Desa Adat Kelan dan Kelompok Nelayan Tanjung Sari, Nyoman Wada, menjelaskan, Desa Adat Kelan bakal menjadi daerah pertama yang terkena dampak reklamasi. “Air laut akan naik ke desa kami,” ucapnya. Karena itu, berdasarkan musyawarah (paruman), warga desa tersebut tegas menolak reklamasi Teluk Benoa.
Peserta aksi lainnya, Made Sukerta, mengkhawatirkan dampak sosial akibat pembangunan kawasan pariwisata baru di atas daerah yang akan direklamasi. Setelah ada reklamasi, ribuan orang luar diperkirakan datang ke Bali guna mencari pekerjaan. Padahal, saat ini, kawasan Bali selatan sudah sangat padat. Bahkan budaya Bali sudah mulai tergeser budaya asing.
PUTU HERY INDRAWAN
Berita Terpopuler:
ISIS Kuasai Kota Kristen Terbesar di Irak
Abu Bakar Ba'asyir Serahkan Bendera ISIS
Kenapa Solo Disebut Basis Gerakan ISIS?
Roro Jonggrang Masih Jadi Topik Hangat Twitter
Tim Prabowo Klaim Punya Bukti Lima Truk Kargo