TEMPO.CO, Jakarta - Rona kesedihan masih menggelayuti Heni Listiawati, 39 tahun, ibunda Oka Wira Satya, siswa Sekolah Menengah Kejuruan Adi Luhur Jakarta yang tewas akibat sabetan benda tajam di punggungnya. Duduk bersandar di sebuah kursi panjang di rumahnya, Heni bercerita tentang anaknya yang pendiam. "Di rumah dia begitu," katanya kepada Tempo, Jumat, 15 Agustus 2014.
Sepulang sekolah, kata Heni, anaknya biasa bermain dengan adik-adiknya atau bermain ponsel. Heni relatif jarang berinteraksi dengan Oka. Dia berkomunikasi dengan Oka hanya saat anaknya itu hendak berangkat ke sekolah dan menjelang tidur. Sebagai orang tua tunggal, Heni berusaha menghidupi kedua anaknya dengan bekerja sebagai penjaga apotek di daerah Cililitan, Jakarta Timur. Dia bekerja dari pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Sedangkan anaknya baru pulang dari sekolah sekitar pukul 15.00. Ketika Oka tiba di rumah, dia sudah pergi bekerja. (Baca juga: Kepergok Guru, Siswa SMK di Jakarta Timur Batal Tawuran)
Meski Oka ditinggal ayah kandungnya sejak duduk di kelas satu seklah dasar, Heni mengatakan, buah hatinya itu tidak kekurangan kasih sayang. Sebab, banyak paman dan bibinya juga neneknya yang menyayanginya. Oka sekeluarga tinggal di kediaman Khadijah, sang nenek. Di rumah itu, ibu, nenek, dan bibinya, bergantian merawat dia dan adiknya. "Bahkan Oka sudah lupa dengan ayah kandungnya. Dia memanggil suami saya 'Bapak'," ucap Susi Susilowati, 40 tahun, bibi Oka.
Selain pendiam, Oka juga dikenal sangat manja. Apa pun yang dia inginkan selalu dituruti oleh keluarganya. Terlebih neneknya. Dia termasuk cucu kesayangan Khadijah. Namun keluarga kompak mengatakan, jika sedang sendirian di rumah, Oka justru jadi lebih mandiri. Dia mau menyapu, mencuci piring, dan merapikan ruangan. Semua itu merupakan pekerjaan yang paling enggan dilakoninya saat keluarga sedang berkumpul.
Dia juga menjadi andalan keluarga karena ketiga pamannya sibuk bekerja. Oka diandalkan untuk mengantar sanak familinya ke tempat tertentu. Hobinya di bidang otomotif menggiringnya untuk memperdalam ilmu hingga dia memutuskan masuk ke SMK Adi Luhur.
Keluarga menceritakan, saat duduk di bangku SMP, Oka pernah mengotak-atik sepeda motor Mio miliknya. Namun akhirnya kendaraan itu dibiarkan berantakan karena dia tidak mampu menempatkan kembali mesin-mesin yang dia sudah bongkar. Walau gagal berulang kali, dia kembali melakukan hal serupa sampai dia berhasil. Itulah sebabnya keluarga yang sempat tidak menyetujui dia bersekolah di sekolah kejuruan, akhirnya menyerah dan mengikuti keinginannya.
Pagi, sebelum ajal menjemputnya, Oka diminta keluarganya untuk tidak pulang terlalu sore. Dia disuruh mengantar neneknya memeriksakan diri ke dokter. Namun, keluarga tiba-tiba tersentak saat mendengar kabar dari Rumah Sakit Haji Pondok Gede: Oka sedang dalam keadaan kritis. "Saya masih sempat menatap Oka. Darah masih terus mengalir dari dadanya. Saat itu saya bilang, 'Oka harus kuat.' Dia menjawab dengan isyarat matanya," kata Heni.
Saat magrib tiba, menurut Heni, paru-paru Oka hampir terisi penuh dengan darah, sehingga putranya itu sulit bernapas. Tak lama kemudian Oka meninggal. Oka disemayamkan di Tempat Pemakaman Umum Kebon Pala, Jakarta Timur.
AYU WANDARI
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Prabowo Disebut Terasing dari Pemilihnya
Rini Soemarno Bicara soal Hubungan dengan Megawati
Khotbah Jumat Pro-ISIS, Turunkan Khatib dari Mimbar