TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh mulai memperlihatkan perhatiannya terhadap fenomena maraknya aksi demonstrasi yang belakangan dilakukan di beberapa obyek wisata di Bali. Mereka prihatin dan merasa selain dapat mengganggu keamanan dan kenyaman turis, juga dapat mempengaruhi citra Bali sebagai destinasi wisata internasional.
Terkait dengan demo yang digelar ForBali Tolak reklamasi di Tanjung Benoa pada Jumat, 15 Agustus 2014, dan penutupan akses masuk ke kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK), Ahad, 24 Agustus 2014, oleh masyarakat setempat mendapatkan komentar dari tokoh kepariwisataan Bali.
Ketua PHRI Badung, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, mengatakan sebaiknya terhadap masalah itu tidak dilakukan dengan demo, karena berdampak pada kenyamanan wisatawan. Apalagi Tanjung Benoa sebagai obyek wisata water sport yang sudah terkenal di dunia, dan GWK salah satu ikon obyek rekreasi di Bali. (Baca:Sampah di Pantai Kuta, Dulu Berkah Kini Bencana)
Sebaiknya perlu duduk bersama membahas hal tersebut sehingga timbul transparansi kejelasan tentang manfaat dan kerugian yang timbul akibat reklamasi. "Masyarakat jangan mudah terbenturkan oleh kepentingan pihak kelompok tertentu yang berkepentingan di dalamnya, akan lebih baik jika bisa mendudukan persoalan dengan baik dan benar demi membuat Bali menjadi lebih baik ke depan untuk kita semua, terutama bagi masyarakat Bali," kata Gung Rai pada 26 Agustus 2014.
Rai Suryawijaya, yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata (BPPD) Badung ini mengatakan, "Kalau demo di tempat yang merupakan kawasan pariwisata, sebaiknya jangan dilakukan, walaupun tidak anarkis namun kenyamanan wisatawan pasti terganggu.” Lebih jauh, Gung Rai mengatakan semua pihak harus memikirkan dampak reklamasi, kalau memang lebih banyak untungnya dilanjutkan, tapi kalau lebih banyak ruginya hal tersebut lebih baik ditunda dahulu.
Di tempat terpisah, Ketua Bali Vila Asosiasi (BVA), Mangku Wayan Suteja, mengatakan bahwa selama demo di kawasan pariwisata, aksi itu dapat mengganggu ketertiban umum dan juga mengganggu wisatawan yang tengah menikmati liburan di Bali.
"Alangkah lebih baik jika hal tersebut bisa duduk bareng bersama membahas lebih dampak negatif positif yang ditimbulkan reklamasi. Soal layak dan tidak layak reklamasi perlu ada kajian ilmiah dari lembaga pendidikan. Kalau layak, ya jalan, kalau tak layak, pemerintah mesti mengambil keputusan yang tegas menolak hal itu. Yang terpenting adalah kajian ilmiahnya." tutur Suteja.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Koalisi Merah Putih Diprediksi Bakal Bubar
Begini Bentuk Pengawalan Presiden Negara Lain
Fitra: Harga Lencana DPRD Rp 8 Juta per Anggota
Dua Partai Merah Putih Diprediksi Gabung Jokowi-JK