TEMPO.CO, Surakarta - Eksportir mebel di Indonesia mulai melirik pasar baru selain pasar tradisional, seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Soenoto mengatakan saat ini pihaknya membidik pasar Rusia.
Dia menilai masyarakat Rusia menyukai desain mebel yang klasik. “Bisa dari kayu atau rotan,” katanya seusai pelantikan pengurus AMKRI Surakarta, Rabu malam, 27 Agustus 2014, di Surakarta, Jawa Tengah.
Sebaliknya, mebel dari plastik dan aluminium tidak diminati konsumen asal Rusia. Dia mengakui bahwa transaksi ekspor ke Rusia memang masih sedikit. Kendalanya, jarak dan masalah bahasa. “Tidak semua orang Rusia lancar berbahasa Inggris," ujar Soenoto. (Baca: Pemain Asing Monopoli Bisnis Mebel di Jepara?)
Namun Soenoto melihat prospek cerah dari pasar Rusia, karena tren transaksi terus meningkat, meski belum signifikan. “Selama ini, ekspor mebel kayu dan rotan dan produk turunannya lebih banyak ke Amerika Serikat, Eropa Barat, Amerika Latin, Jepang, dan Timur Tengah. Rusia adalah pasar baru yang layak dicoba,” tuturnya.
Upaya memperbesar peluang ekspor ke Rusia dicapai dengan banyak mengikuti dan menggelar pameran berskala internasional. Misalnya, mengikuti pameran di Amerika Serikat, Jerman, Belanda, dan Rusia. (Baca: 2014, Ekspor Furnitur Ditargetkan US$ 2 Miliar)
Pihaknya juga mengadakan pameran berskala internasional seperti Indonesia International Furniture Expo (IFEX) pada Maret 2014. “Acaranya bisa dibilang sukses. Baik dari jumlah pengunjung maupun transaksi,” katanya.
Saat ini dia tengah menyiapkan IFEX 2015 yang akan diselenggarakan pada 12-15 Maret 2015. Tema yang diangkat adalah "Mengembangkan Tradisi Lokal dengan Sentuhan Modern". “Saat ini 85 persen stan sudah dipesan.”
Dia berharap berbagai upaya, seperti pameran dan membuka pasar baru, dapat meningkatkan nilai ekspor produk mebel dan kerajinan hingga US$ 5 miliar dari saat ini di kisaran US$ 2 miliar.
Ketua AMKRI Surakarta Supriyadi mengakui pasar Rusia memang menggiurkan. Sebab, potensinya sangat besar dan harga jualnya tergolong tinggi. “Tapi kendalanya juga tak kalah besar,” tuturnya.
Supriyadi juga mengeluhkan jarak yang jauh, sehingga biaya logistiknya menjadi mahal. Selain itu, kata dia, pihaknya juga kesulitan berkomunikasi dengan konsumen di Rusia yang rata-rata tidak bisa berbahasa Inggris. “Komunikasinya jadi tidak begitu lancar.”
UKKY PRIMARTANTYO
Terpopuler:
Hasil Pleno, Demokrat Tetap Koalisi Merah Putih
Ditolak SBY, Jokowi Siap Naikkan Harga BBM
Pelat Nomor Lamborghini Lulung Tak Terdaftar
Jokowi Diuntungkan Jika SBY Naikkan BBM
SBY-Jokowi Tidak Hanya Bahas BBM