TEMPO.CO, Bangkok – Perserikatan Bangsa-Bangsa khawatir akan pembatasan gerak aktivis hak asasi manusia (HAM) di Thailand, terutama sejak pemberangusan kebebasan berekspresi diberlakukan oleh junta militer.
Sejak mengambil alih kekuasaan dari pemerintah terpilih pada Mei lalu, militer Thailand membungkam pembangkangan dengan membubarkan paksa demonstran antikudeta, memberangus media, dan mengancam para pelanggar undang-undang darurat dengan pengadilan militer. (Baca: Kabinet Baru Thailand Banyak Diisi Militer )
Kantor HAM PBB untuk Asia Selatan-Timur (OHCHR) menyatakan junta membatalkan rencana pembahasan akses keadilan pasca-kudeta militer. “OHCHR sungguh khawatir akan peningkatan pembatasan aktivitas para pembela HAM, termasuk untuk menggelar pertemuan secara damai dan menyatakan pendapatnya,” demikian pernyataan OHCHR, Rabu, 3 September 2014.
Pernyataan itu dikeluarkan guna menanggapi perintah Batalion Kavaleri Ketiga Bangkok untuk membatalkan forum Foreign Correspondent Club Thailand, yang akan mendengarkan laporan kondisi HAM negeri itu pasca-kudeta Dewan Nasional bagi Pemulihan Perdamaian dan Ketertiban (NCPO). Pertemuan rencananya diselenggarakan di Foreign Correspondents Club, Bangkok, Selasa sore. (Baca: Pemimpin Kudeta Thailand Jadi Perdana Menteri)
“Aparat juga mengirim surat berisi permintaan ‘kerja sama’ untuk membatalkan pertemuan karena situasi masih belum pulih,” kata Pawine Chumsri dari The Thai Lawyers for Human Rights, yang menyelenggarakan event tersebut bersama Amnesty International Thailand dan Cross Cultural Foundation.
Junta pimpinan Jenderal Prayuth Chan-ocha, yang disetujui sebagai perdana menteri baru dua pekan lalu, mengambil alih kekuasaan menyusul kekisruhan berbulan-bulan antara oposisi dan pemerintah Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, yang menewaskan sekitar 28 orang. (Baca: Kritik di Facebook, Junta Tahan Editor Majalah)
Sebelumnya, Amnesty International Thailand pernah dipanggil polisi untuk membatalkan acara publik buat mengumpulkan dukungan bagi perlindungan warga sipil di Jalur Gaza, Palestina.
Pada bulan yang sama, seorang pembela HAM terkemuka, Pornpen Khongkachonkiet, dipanggil polisi atas tuduhan pencemaran nama baik tentara dalam kaitan dengan tuduhan yang dia angkat mengenai satu kasus penyiksaan di Thailand selatan.
THE NATION | THE BANGKOK POST | NATALIA SANTI
Berita terpopuler lainnya:
Curhat Jokowi: Dari Sinting, Ihram dan Prabowo
Manfaat Caci Maki Florence 'Ratu SPBU'
3 Skandal Asusila Gubernur Riau yang Bikin Heboh
Ini AKBP Idha, Perwira yang Ditangkap di Malaysia