TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendesak kepala daerah lebih teliti dan awas dalam memantau kinerja birokrasinya, agar tak melulu terjebak pola pikir menghabiskan anggaran yang tergantung pada keberadaan broker atau makelar proyek.
"Jangan sampai muncul lagi ada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) buat kegiatan semaunya, tanpa pengawasan, lalu dilimpahkan ke broker luar. Pasti tak ada manfaatnya," ujar Deputi Bidang Program dan Reformasi Birokrasi Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian Muhammad Yusuf Ateh dalam pertemuan evaluasi kinerja birokrasi di Yogyakarta Rabu, 3 September 2014.
Ateh menuturkan perilaku pemerintahan semacam itu menjadi ancaman serius dalam meningkatkan akuntabilitas untuk mewujudkan reformasi birokrasi. Tercatat hingga tahun ini, dari sekitar 511 kabupaten/kota di Indonesia, hanya empat kabupaten/kota yang status akuntabilitas pemerintahannya direkomendasikan naik peringkat karena cukup baik. Yaitu, Kabupaten Sleman, Sukabumi, Bandung, dan Manado. Empat kabupaten/kota itu mendapat peringkat B kurus alias masih belum sepenuhnya baik. Sisanya, kabupaten/kota lain masih dalam peringkat C atau D.
Menurut Ateh, dampak ketergantungan pemerintah pada broker terkait dengan layanan masyarakat biasanya akan sangat buruk. Dia tak menampik jika mengubah perilaku pejabat bermental proyek ini sangat sulit. Namun, dengan menciptakan mekanisme akuntabilitas melalui pembagian kerja pengawasan di tingkat birokrasi, reformasi birokrasi dinilai makin mudah terwujud.
"Sehingga, jika SKPD mau melakukan apa, dicegat dulu, diminta merinci perencanaan, target, manfaat, dan lainnya, agar ada ukuran jelas tujuan kegiatan itu," katanya. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta Edi Muhammad mengakui jika saat ini tiap SKPD dipantau sangat ketat saat akan meloloskan pelaksanaan sebuah kegiatan.
Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Titik Sulastri menuturkan tak hanya dicek satu per satu kegiatan yang akan dilakukan SKPD. Setelah lolos dari tim pengawas, ujar Titik, masih harus melalui kajian Sekretariat Daerah untuk menyesuaikan keterkaitan satu program SKPD dengan SKPD lain agar tak terjadi dobel kegiatan dan anggaran.
PRIBADI WICAKSONO