TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Rusia diduga mencekal minyak kelapa sawit Indonesia sehingga tidak bisa masuk ke negara itu. April lalu, mereka memberikan notifikasi kepada World Trade Organization yang menyatakan syarat kadar peroksida minyak kelapa sawit dari Indonesia harus 0,9 persen saat sampai di Rusia.
"Ada dugaan ini sengaja dilakukan agar Rusia mengimpor minyak kelapa sawit dari negara yang jaraknya lebih dekat, Belanda, agar biayanya lebih murah," kata juru bicara perusahaan kelapa sawit PT Musim Mas, Togar Sitanggang, saat dihubungi Tempo, Rabu, 3 September 2014.(Baca:Permintaan Minyak Sawit Lestari Melonjak )
Togar mengatakan Rusia tahu Indonesia tak mungkin dapat memenuhi persyaratan tersebut, sebab kadar peroksida minyak sawit Indonesia saat diekspor saja sudah mencapai 5 persen. Kadar tersebut kemungkinan besar meningkat 8-9 persen saat minyak sampai di Rusia. "Permintaan Rusia ini tak masuk akal," katanya.
Notifikasi persyaratan tersebut diajukan oleh pemerintah Rusia untuk dapat berlaku pada Oktober 2014. Para pelaku usaha, kata Togar, mulai ambil ancang-ancang dari sekarang untuk meminimalkan dampak pelarangan ekspor minyak kelapa sawit ke Rusia ini.
Adapun kadar peroksida minyak kelapa sawit di Indonesia sudah memenuhi standar internasional yang ditetapkan oleh Codex, yaitu 5 persen. Pemerintah Rusia sendiri hanya mengajukan notifikasi peroksida 0,9 persen untuk minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia. Padahal, minyak kelapa sawit dari Rotterdam yang dibebaskan masuk ke Rusia juga memiliki kadar peroksida yang serupa dengan Indonesia dan Malaysia.
Menurut Togar, ada kemungkinan lain yang menyebabkan pencekalan ini. Pemerintah Rusia, kata dia, bisa saja lebih memilih minyak kedelai sebagai minyak nabati daripada kelapa sawit karena manfaatnya yang dinilai lebih banyak. Yang jelas, kata Togar, jika notifikasi ini disetujui, Indonesia harus siap mencari target baru, kecuali para pelaku usaha kelapa sawit di Indonesia dapat membangun pabrik pengolahan sawit di luar Indonesia, sehingga kadar peroksida minyak kelapa sawit menjadi lebih rendah karena tak banyak terpengaruh kondisi saat pengiriman.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menyatakan Rusia merupakan salah satu negara mitra dagang potensial bagi Indonesia. Pada 2013, Rusia menduduki urutan ke-29 sebagai negara tujuan ekspor Indonesia. Pertumbuhan kinerja perdagangan bilateral di antara kedua negara selama lima tahun terakhir (2009-2013) rata-rata 45,1 persen per tahun.
"Ekspor utama Indonesia ke Rusia meliputi produk minyak sawit dan turunannya, alas kaki, kopi, kopra, dan karet alam pada 2013. Di lain pihak, impor utama Indonesia dari Rusia mencakup produk turunan dari besi dan baja, suku cadang pesawat, peralatan militer, asbes, serta gandum," katanya.
Namun, kata Togar, notifikasi ini akan membawa dampak bagi neraca perdagangan Indonesia dan Rusia. Diperkirakan kerugian akibat pencekalan ini adalah sebanyak 100.000-150.000 ton minyak harus mencari pasar baru untuk diekspor.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
Baca juga:
Ini Alasan Peringkat Dunia Aspar Jaelolo Turun
Tampil di Kejuaraan Dunia, Aspar Berambisi Jadi Juara
Gudang Semen Kupang Terbakar, Tujuh Korban Dirawat
Menolak Lupa, PPI Canberra Ingatkan Kasus Munir