TEMPO.CO, Jakarta - Warga di lereng Gunung Slamet tetap mengenakan masker meski aktivitas vulkanis gunung tertinggi di Jawa Tengah itu telah menurun sejak akhir pekan lalu. Hujan debu melanda wilayah ini karena angin yang bertiup kencang. Namun puncak kawah gunung itu sudah tidak menyemburkan abu vulkanis.
"Sudah dua bulan tidak turun hujan. Debu tebal langsung beterbangan tiap ada angin kencang," kata Puji, 50 tahun, penjaga SD Negeri Dawuhan II, Desa Dawuhan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, pada Selasa, 16 September 2014.
Dawuhan berada di lereng Gunung Slamet sisi barat, sekitar 7 kilometer dari puncak kawah. Adapun dari pusat Kabupaten Brebes berjarak sekitar 70 kilometer, membutuhkan perjalanan sekitar tiga jam karena rusak parahnya jalan. (Baca: Gunung Slamet Siaga, Masyarakat Jangan Panik)
Dari pantauan Tempo, debu yang diterbangkan angin kencang tiap siang dan malam itu tidak hanya menumpuk di lantai teras SDN Dawuhan II. Debu juga mengotori lantai, meja, dan kursi di ruang-ruang kelas dan ruang guru.
Untuk mencegah agar debu tak mengganggu kegiatan belajar, pihak sekolah mengalirkan air ke halaman menggunakan selang. Sebelum bel tanda pelajaran dimulai, para siswa juga bergotong-royong membersihkan ruang kelasnya.
Baca Juga:
Guru SDN Dawuhan II, Astri Anggraeni, mengatakan masker gratis dibagikan kepada 200-an siswanya pada awal pekan lalu. "Saat itu letusan Gunung Slamet sedang besar-besarnya. Meski tipis, abu vulkanisnya bikin sesak napas," kata guru kelas V itu.
Karena sudah kotor oleh abu vulkanis, masker hijau dari pemerintah itu pun ditanggalkan para siswa. Kini mereka memakai masker berbahan kain tebal yang bisa dicuci setelah dipakai. "Dibelikan ayah di Kota Brebes," kata siswa kelas IV yang mengenakan masker bermotif tokoh film kartun.
Pembina Setia Budi Pencinta Alam (Stapala) Brebes, Fauzan, mengatakan angin kencang mulai melanda lereng Gunung Slamet sejak Sabtu pekan lalu. "Biasanya tiap pagi dan malam. Kalau sedang dalam perjalanan pada malam hari, jarak pandang hanya 1 meter. Tebalnya debu tidak tertembus lampu sorot," katanya.
Fauzan menambahkan, kencangnya angin juga merobohkan satu tenda milik Komando Rayon Militer Pulosari di halaman Pos Pengamatan Gunung Slamet, Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, pada Ahad lalu. Pos pengamatan itu berada di lereng sisi utara, sekitar 9,5 kilometer dari puncak.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Tegal, Hendy Andriyanto, mengatakan kencangnya angin di lereng Gunung Slamet disebabkan pertumbuhan awan di puncaknya. "Angin kencang itu hanya kejadian lokal di lereng Gunung Slamet," kata Hendy saat dihubungi.
Hendy menuturkan erupsi Gunung Slamet tidak berdampak pada cuaca secara global. "Kalaupun erupsi berpengaruh pada cuaca, perubahannya hanya terjadi dalam radius 4 kilometer dari puncak gunungnya," ujar Hendy.
DINDA LEO LISTY
Berita Terpopuler
Pengamat: Kabinet Jokowi Lebih Reformis dari SBY
Begini Arsitektur Kabinet Jokowi-JK
Sore Ini, Kabinet Jokowi Diumumkan
Waspada, 48 Anggota Parlemen Terduga Korupsi