TEMPO.CO, Bandung - Sebanyak 95 mitra investor menggugat Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dan 16 tergugat lain di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu 17 September 2014. Mereka menuntut para tergugat dinyatakan melawan hukum dan dihukum membayar ganti rugi Rp 166,92 miliar.
"Ganti kerugian secara tanggung renteng itu terdiri dari ganti kerugian materiil Rp 66,92 miliar dan kerugian immateriil Rp 100 miliar,"kata kuasa penggugat Asep Saeful Muhtadin usai sidang di PN Bandung, Rabu 17 September 2014.
Selain itu, kata dia, penggugat meminta Majelis Hakim menyita sejumlah aset Koperasi Cipaganti. Menyita lebih dulu aset-aset tanah dan bangunan milik para tergugat satu sampai tujuhbelas. Aset tersebut terdiri dari 11 bidang tanah dan bangunan di Kota Bandung serta Hotel Cipaganti Pangandaran Beach & Resort, di kawasan Pantai Pananjung, Kabupaten Pangandaran.
Ke-95 penggugat terdiri dari para mitra koperasi yang telah menyetor duit sesuai persyaratan dan akta perjanjian notariat sebesar Rp 100 juta hingga total Rp 5,15 miliar. Mereka dijanjikan mendapatkan keuntungan per bulan Rp 1,6 juta hingga total kisaran Rp 100 juta.
Sedangkan para tergugat I sampai XVII terdiri dari Koperasi Cipaganti dan para pengurus serta bosnya, termasuk Ketua Pengawas Andianto Setiabudi. Juga para notaris dan pihak pemerintah yakni Dinas Koperasi Kota Bandung, serta lima perusahaan dibawah naungan Cipaganti Group.
Asep mengatakan, para kliennya menggugat lantaran Koperasi Cipaganti telah melakukan wanprestasi sehingga merugikan para mitra koperasi penyetor modal. Ia mencontohkan pembagian keuntungan koperasi kepada penggugat melalui bilyet giro.
"Tapi ternyata belakangan mulai April 2014 bilyet gironya tidak dapat dicairkan karena Koperasi telah menutup rekening koran tanpa pemberitahuan,"kata Asep. Para mitra pun kian merasa terperdaya lantaran mereka semula mengira duit yang mereka setor akan diinvestasikan hanya pada bisnis transportasi travel Cipaganti yang moncer.
"Tapi ternyata juga ditanamkan di perusahaan bisnis pertambangan seperti batu bara yang akhirnya merugi,"kata Asep. Memang para penggugat dan Koperasi telah menempuh proses Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Namun para penggugat, kata Asep, akhirnya menilai proses PKPU malah membuat mereka merasa diperlakukan tidak adil. Proses PKPU malah memaksa mereka menyetujui proposal perdamaian yang merugikan mereka. Penggugat yakin proses PKPU hanya sandiwara dan akal-akalan para tergugat.
Sidang perdana gugatan kliennya semula dijadwalkan digelar hari ini, Rabu 17 September. Namun Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamolango akhirnya terpaksa menunda sidang.
"Karena dari pihak tergugat, yang hadir cuma tergugat 10 (pihak pemerintah) dan tergugat 16 (pejabat notaris Ratu Zulyani). Sidang diundur menjadi Rabu 24 September, "kata dia.
ERICK P. HARDI
Terpopuler:
Ini Daftar Kandidat Kuat Pengisi Kabinet Jokowi
Bimbim Slank Demen Bila Ahok Marah
Jokowi Siapkan 2 Pos Menteri untuk Partai KMP
Koin Logam 5.200 SM Ditemukan di Gunung Padang
ISIS Ancam Bunuh Paus Fransiskus