TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi politik, Berly Martawardaya, mengatakan koalisi Prabowo ditengarai punya motif ekonomi politik. Sebab, kumpulan partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pemilu presiden lalu ini secara gamblang memusatkan kekuasaan pada beberapa partai saja. Apalagi komposisi politikus yang ada pada Koalisi Prabowo memiliki profil sebagai pemilik modal atau pengusaha.
Tak terelakkan, indikator ini menjadikan mereka sebagai koalisi yang tak hanya memiliki hasrat berkuasa, tapi juga hasrat ekonomi yang tinggi. "Koalisi Prabowo layaknya gabungan antara predator kekuasaan dan predator ekonomi," kata Berly, pengamat ekonomi politik dari Universitas Indonesia, saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Oktober 2014. (Baca: Ada Udang di Balik Perpu SBY dan Koalisi Prabowo)
Akibat yang ditimbulkan dari manuver ekonomi politik itu, kata Berly, ialah kegaduhan politik yang sangat luar biasa. Buktinya, dia menambahkan, pembahasan pada tingkat parlemen terpolarisasi pada dua kubu yang ingin mendapatkan kekuasaan. Dengan terpilihnya paket pimpinan DPR dari koalisi Prabowo, pasar merespons negatif. "Ada aliran dana sebesar Rp 46 triliun keluar dari Indonesia lewat pasar saham dan obligasi pasca-pimpinan DPR terpilih," ujarnya. (Baca: Rupiah Jeblok Bila Koalisi Prabowo Kuasai MPR)
Namun, kata Berly, rakyat perlu waspada pada agenda ekonomi yang bakal dijalankan oleh politikus yang ada di dalam koalisi Prabowo. Sebab, politikus sekaligus pengusaha di pihak mereka, ujar dia, punya catatan khusus yang perlu diwaspadai, misalnya Aburizal Bakrie. Ketua Umum Partai Golkar ini, menurut dia, punya sederet masalah ekonomi yang berkelindan dengan masalah politik, seperti kasus lumpur Lapindo. "Bisa saja kasus di Italia di mana Perdana Menteri Silvio Berlusconi akhirnya membuat kebijakan dan undang-undang yang menguntungkan bisnis sekaligus menyelamatkan karier politiknya terjadi di Indonesia," ujarnya. (Baca: Setya dan Fahri Dicurigai Mau Lumpuhkan KPK)
Berly mengimbau masyarakat agar terus mengawasi jalannya proses demokrasi di Indonesia setelah terpilihnya koalisi Prabowo menjadi pimpinan DPR, serta penerapan pilkada terbatas lewat parlemen. "Rakyat harus bergerak melawan tirani dan praktek monopoli kekuasaan dan modal yang mengancam negara ini," ujarnya.
RAYMUNDUS RIKANG
Baca juga:
Bupati Tapanuli Ditahan KPK, Wakil Prihatin
Diperiksa KPK, Bonaran Ungkap Peran Akbar Tandjung
Bandung Perlu Kebijakan Strategis soal Sampah
Jokowi Diminta Tak "Menggoda" Pemimpin Berprestasi