TEMPO.CO, Brisbane - Mayang Prasetyo adalah satu dari sekian banyak warga Indonesia yang mengadu nasib di negeri orang. Menurut dugaan polisi, wanita transgender ini sempat bekerja sebagai wanita penghibur yang cukup terkenal di Australia. Mayang juga dilaporkan pernah bekerja di sebuah klub kabaret bernama Le Femme Garcon, yang semua anggotanya adalah transgender, di kawasan Melbourne, Australia.
Dikutip dari Courier Mail, Selasa, 7 Oktober 2014, untuk menggunakan jasa Mayang, pengunjung harus membayar sekitar US$ 500 (Rp 6 jutaan) per jam. Mayang mempromosikan dirinya secara online dan masuk ke dalam golongan "waria Asia kelas atas". (Baca: Dibunuh, Jaringan Prostitusi Mayang Diselidiki)
Dalam promosi online, Mayang menyebut dirinya sebagai "pendamping internasional" sejak 2011. Sebuah iklan untuk Mayang bahkan menulis, "Pilih saya sebelum terlambat". Iklan lain pun menulis, "Lebih cantik aslinya (daripada foto). Tubuhnya sangat bagus dan seksi untuk dinikmati".
"Semua uang dari hasil kerjanya dikirim ke rumah untuk membantu keluarga. Dia berhasil menyekolahkan dua adiknya," kata ibu Mayang, Nining Sukarni kepada Courier Mail. Nining disebut sebagai wanita asal Lampung.
Mayang bertemu dengan kekasihnya, Marcus Peter Volke, di sebuah kapal pesiar tempat Volke bekerja sebagai koki. Pada 2013, keduanya memutuskan untuk menikah. Mayang lalu memutuskan untuk pindah ke rumah Volke di Brisbane. (Baca: WNI Korban Pembunuhan di Australia Diduga Transgender)
Siapa sangka, Mayang justru dibantai oleh Volke dengan cara dimutilasi. Ironisnya, pria ini padahal sangat mendukung kampanye anti-kekerasan pada wanita lewat akun Facebooknya.
RINDU P. HESTYA | COURIER MAIL
Berita Lain:
WNI Korban Pembunuhan di Australia Diduga Transgender
WNI Jadi Korban Mutilasi Pacarnya di Australia
Alex Younger, Bos Baru Intelijen Inggris MI6