TEMPO.CO, Massachusetts – Para peneliti dari Massachusetts General Hospital telah mengembangkan metode untuk melacak secara akurat proses tidur seseorang. Dalam laporan mereka di jurnal PLOS Computational Biology Oktober kemarin, tim menjelaskan bagaimana pengukuran fisiologis memberikan gambaran lebih baik tentang proses tertidur.
Selain menjadi sumbangan penelitian untuk masa mendatang, Michael Prerau, seorang pakar kesehatan dari Department of Anhastesia di MGH, mengklaim metode ini dapat memberikan pemahaman tentang gangguan tidur. “Kini kamu dapat memetakan seluruh lintasan neurologis dan aktivitas fisiologis dari bangun tidur hingga tidur kembali,” kata dia seperti dikutip dari Sciencedaily, Senin, 1 Desember 2014.
Dengan mengukur perubahan dinamis dalam aktivitas otak dan perilaku fisik selama masa transisi tidur, dalam laporannya peneliti berpendapat, penyakit gangguan tidur juga dapat dideteksi. Misalnya, kata dia, insomnia dan narkolepsi.
Sebelumnya telah ditemukan metode melalui isyarat pendengaran. Metode pengukuran ini digunakan di sebagian besar perusahaan penghasil perangkat tidur.
Dalam eksperimennya, para peneliti meminta peserta penelitian untuk memegang bola karet kecil di satu tangan. Mereka diminta untuk menekan bola pada setiap embusan napas. Sebuah sarung tangan khusus yang terbuat dari elektroda juga digunakan untuk mendeteksi gerakan.
Dengan cara tersebut, pernapasan peserta dilihat sebagai stimulus, dan meremas bola dianggap sebagai tindakan respons. Pelacakan proses peremasan bola dan pola pernapasan ini mencerminkan proses bertahap tidur.
Pada saat yang sama, peneliti juga melakukan pembacaan EEG dengan melacak tiga pola gelombang otak yang terkait dengan proses tidur. Peneliti melihat penurunan pada rentang frekuensi alfa dan meningkatnya daya di frekuensi delta dan theta.
Peneliti menyebut kombinasi pelacakan ini—kekuatan dan lamanya meremas bola, serta perubahan gelombang otak—dengan probabilitas bangun. “Perkiraan sejauh mana peserta terjaga dan lamanya transisi tidur,” ujar Prerau.
Prerau mengatakan pengujian ini tak hanya mengungkap lamanya seseorang tertidur. Melainkan, juga mengungkap perbedaan cara seseorang terlelap. Dia dan rekan penelitian percaya, penelitian ini dapat mendiagnosis timbulnya rasa kantuk.
SCIENCEDAILY | AMRI MAHBUB
Berita Lain:
Shadow of Mordor, Game antara The Hobbit dan LOTR
Vivo Xshot, Ponsel dengan Lensa F/1.8
LG G3 Stylus, Mencatat Cepat Berkat Stylus