TEMPO.CO, Yogyakarta - Aktivis yang tergabung dalam Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta mendukung Kebijakan penggunaan kue tradisional sebagai hidangan rapat di lembaga atau instansi pemerintah. (Baca: Menu Rapat PNS, Menteri Susi: Singkong Lebih Sehat)
Keputusan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 ihwal kewajiban penyajian menu tradisional lokal dalam rapat pemerintah yang berlaku per 1 Desember 2014. (Baca: Sajikan Singkong, ESDM Hemat Anggaran 30 Persen)
Meski gerakan penghematan anggaran itu hanya tertuang dalam surat edaran yang sifatnya imbauan, aktivis mendesak ada apresiasi dan sanksi, sehingga pejabat pemerintah tidak mengabaikannya dengan berbagai alasan. (Baca: Kementerian Energi Jalankan Aturan Menu Singkong)
"Ada reward and punishment," ujar aktivis Forpi Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba, Senin, 1 Desember 2014.
Penghargaan layak diberikan kepada instansi jika surat edaran itu dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan. Namun, bagi instansi yang bandel, pemerintah diminta tak ragu memberi sanksi.
"Sanksinya bisa bervariasi, dari administrasi sampai penundaan pembayaran tunjangan atau dicopot dari jabatannya, jika ngeyel tak bisa memberi teladan," tuturnya.
Penghematan anggaran lewat penyajian menu lokal tersebut diminta diterapkan secara merata di semua golongan PNS. "Aturan ini harus bersifat menyeluruh, karena menjadi bagian reformasi birokrasi yang lebih hemat," kata Kamba.
Ia berharap penyediaan menu makanan tradisional wajib saat rapat, seperti singkong rebus, dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.
PRIBADI WICAKSONO
Terpopuler:
Fahrurrozi, Gubernur Jakarta Tandingan Versi FPI
FPI Pilih Gubernur Jakarta Fahrurrozi. Siapa Dia?
'Tukang Kor' di Munas Golkar Kubu Ical
Soal Munir, TPF Sudah Curigai Hendropriyono
Tiga Kebijakan Jokowi Ini Menuai Kecaman